Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalaman dengan Pakaian Bekas Tetap Percaya Diri

28 November 2020   13:12 Diperbarui: 29 Juni 2021   20:23 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: postwrap/katedrarajawen

Katedrarajawen  _Tidak terbayangkan, sebuah celana bekas ini menjadi kesayangan saya, menyertai  dengan percaya diri ikut seminar dan khusyuk beribadah. 

Sekitar tahun 2000-an saat tinggal  di Kota Serang-Banten, kebetulan bersebelahan dengan toko yang khusus menjual pakaian bekas. Konon dari luar negeri semua. Terutama dari Jepang dan Taiwan. 

Jadi, kalau sedang santai suka iseng mencari-cari pakaian yang unik. Sekalian cuci mata. Namanya barang dari luar, biasanya jarang atau tidak pernah melihat. 

Teman-teman yang datang dari Jakarta pun tak jarang mengunjungi dan melihat-lihat barangkali ada yang menarik minat. Kebanyakan mereka membeli jas yang masih bagus. Harganya pun murah meriah antara dua puluh ribu sampai empat puluh  ribu rupiah. Mereka malah begitu gembira membawa pulang pakaian pilihan itu tanpa risih. 

Suatu waktu saya menemukan sebuah celana panjang bahan yang unik. Setahu yang saya lihat, belum pernah menemukan model seperti itu. Kondisinya juga masih seperti baru. Kalau tidak salah ingat cuma seharga Rp 10.000. 

Namun dengan seharga itu, celana panjang tersebut  menjadi kesayangan dan  telah membawa saya ke mana-mana penuh gaya. Tak merasa malu. Tak ada yang mengira itu hanya  celana bekas seharga sepuluh ribu rupiah. 

Ke hotel bintang 5 pun dengan percaya diri. Pergi ke malka atau pusat perbelanjaan tak perlu merasa malu. Tak jarang untuk beribadah pun tak ragu saya pakai celana itu. 

Buat saya celana tersebut pas dan sangat nyaman buat saya melangkah sehingga menjadi yang paling sering saya pakai. Kalau dicuci bahannya pun cepat kering. Jadi, ketika malam dicuci, pagi sudah bisa dipakai. 

Gambar: postwrap/katedrarajawen
Gambar: postwrap/katedrarajawen
Tidak sempat setrika? Jangan khawatir, bahannya tidak mudah kusut, tanpa disetrika pun masih tak ragu memakainya dengan sedikit menebalkan muka. 

Luar biasa, pakaian yang tak seberapa harganya menjadi begitu berharga menemani lebih dari 10 tahun. Bayangkan. Tak dipakai lagi karena saat bekerja terkena bahan kimia, cat, dan lem. Selain itu memang sudah kebesaran. 

Bisa jadi ada yang merasa gengsi, malu atau jijik dengan pakaian bekas itu atau mencibir orang yang memakainya. Karena itu sudah bekas orang lain. 

Ayo, siapa? Kalau masalah bekas orang lain yang jadi acuan, mungkin yang lebih menjijikkan adalah gelas, sendok atau garpu yang kita pakai saat makan di tempat umum. Bukankah semua itu bekas orang lain? Atau kita ke mana-mana membawa alat makan sendiri? 

Soal pakaian bekas itu kotor atau menjijikkan saya kira itu masalah persepsi saja yang mengotori pikiran dan hati kita. Karena pasti saat kita  memakai kembali setelah membelinya akan mencuci dengan bersih sehingga menjadi benar-benar layak memakainya. 

Nah, siapa menyangka, justru sekarang kembali menjadi tren pakaian bekas ini. 

Sejatinya, pakaian hanyalah menjadi penutup tubuh agar menjadi pantas sebagai manusia. Yang terutama adalah rasa nyaman. Jangan sampai justru dengan pakaian membuat kita tampak menjadi makhluk aneh. 

@catatanringan 28 November 2020 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun