Katedrarajawen _Budi telah pergi terkubur mati. Berganti Edo, Siti, Lani, Dayu, dan Beni. Entah siapa lagi. Sesungguhnya Budi harus terpatri dalam setiap hati. Bukan menjadi bacaan sama sekali, tetapi mengingat budi yang ada dalam setiap diri.Â
Ada peringatan. Budi itu ketinggalan zaman. Membosankan. Monoton. Tidak boleh lagi ada dalam pelajaran. Akhirnya Budi harus menemui kematian. Mengapa ada nilai Budi  yang harus dilupakan? Ini bukan salah Budi. Kenapa ia yang harus jadi korban?Â
Bahkan nama Budi menjadi olok-olok. Seakan Budi ini kampungan. Ada yang memertanyakan,"Siapa ibu Budi dan bapak Budi?Â
Sejatinya, pelajaran membaca "Ini Budi, ini ibu Budi, dan ini bapak Budi" bukan sekadar membaca kata-kata yang ada.Â
Ada pembelajaran dan sesuatu berharga  tentang Budi bukan  sebuah nama belaka. Ada makna yang harus dibaca dalam-dalam tentang budi dengan pikiran jernih.Â
Mengapa pelajaran membaca diawali dengan membaca "Ini Budi"?Â
Anak-anak memang sedari kecil harus belajar mengenal tentang budi, sehingga kelak menjadi manusia yang berbudi.Â
Apa itu budi?Â
Budi adalah nilai-nilai kebaikan yang ada dalam setiap diri manusia. Menyangkut kesadaran, pikiran dan kecerdasan. Tentang akhlak.Â
Bila  cerdas dan bijaksana dalam memahami pelajaran tentang "Ini Budi", maka akan menambah nilai-nilai kehidupan  pada anak-anak menjadi berbudi sejak dini.Â