Katedrarajawen _ Saya menghampiri seorang karyawan yang sedang memilih sampah di tempat pembuangan.Â
Langsung saya tanya,"Kalau kamu menemukan uang lima ratus juta di tempat sampah ini. Apa yang kamu lakukan?"Â
Tidak pakai lama, ia menjawab,"Saya ambillah, bawa pulang."
Ia tidak tanya balik, tetapi saya jawab sendiri,"Sama. Lima ratus juta. Paling 100 atau 200 juta disumbangkan."
Ternyata karyawan ini paham maksud tujuan menanyakan hal ini. Ia tahu ada kejadian seorang petugas kebersihan di kereta api menemukan uang senilai 500 juta rupiah belum lama ini.Â
Ia mengatakan, harusnya para koruptor malu. Tersindir dengan kejadian ini.Â
Jadilah pembicaraan sambil kerja. Saya menambahkan. Petugas kebersihan yang sangat  butuh uang,  malah mengembalikan uang yang ditemukan.Â
Koruptor, yang sebenarnya sudah banyak uang, malahan mengambil uang bukan miliknya.Â
Seperti berita yang saya baca di SuaraJogja.id, Senin [6 Juli 2020]. Seorang petugas kebersihan bernama Mujenih, di gerbang KRL Jakarta - Bogor, menemukan uang dalam dalam kantong plastik senilai 500 juta rupiah. Yang mana semula dikira sampah.Â
Menurut pengakuannya, ia tidak kaget saat melihat uang dalam kantong plastik berupa lembaran Rp 100 ribu. Ia langsung menyerahkan uang tersebut ke kantor Stasiun Bogor.Â
Mengapa Mujenih sampai rela menyerahkan kembali uang yang jumlahnya sangat banyak itu? Rekan-rekan kerjanya juga heran atas tindakan Mujenih.Â
Apa alasan Mujenih? Mau jadi berita  viral? Tentu saja tidak demikian.Â
Jawabannya sangat sederhana dan mengena. Seperti yang saya kutip dari berita SuaraJogja.id,Â
"Ketika lihat uang, saya merasa itu bukan hak saya..."
Saya tegaskan kembali : ITU BUKAN HAK SAYA!Â
Saya yakin, ungkapan ini sudah menjadi prinsip hidup seorang Mujenih, pria berumur 30 tahun itu. Yang cuma jadi prinsip hidup saya sesuai kondisi.Â
Anggap saya yang menemukan, maka saya akan pakai jurus 'ini sudah rezeki dari Tuhan'.Â
Saya akan berilah juga,"Saya kan yang menemukan, tidak mengambil dengan paksa."Â
Tanpa pikir lagi. Langsung bawa pulang, lantas mengadakan syukuran. Doa semalaman. Besoknya jalan-jalan.Â
Peduli amat dengan yang kehilangan yang sudah  pasti stres berat. Bisa jadi semalaman kepalanya bekerja keras.  Tidak bisa menelan makanan. Bisa-bisa juga kena serangan jantung. Bukan urusan saya.Â
Ah, Mujenih. Kamu bikin malu saya saja. Engkau layak menjadi guru kehidupan kami yang miskin keimanan, hanya kaya pembenaran.Â
@cerminperistiwaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H