Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Apa Hubungan Berdoa dengan Menulis?

6 Juli 2020   15:16 Diperbarui: 6 Juli 2020   15:32 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar :Canva /katedrarajawen

Katedrarajawen _


Kalau menulis ya menulis. Doa ya doa. 

Doa dahulu. Baru menulis. 

Setelah selesai menulis. Berdoa. 

Menulis saja. Tidak pakai doa. Setiap kata yang ditulis adalah doa. 

Repot amat. Saya sih nulis aja apa yang ada di pikiran.

 

Tentu saya tidak mau ikut campur dengan apapun pilihan seseorang. Itu adalah hak masing-masing. Itulah yang terbaik. 

Mau menulis sambil lihat primbon atau pakai feng sui tak masalah. Supaya hasilnya banyak pembaca bagaikan  orang lagi antre sembako. Bebas. 

Belum lama ini. Saat sudah melewati tengah malam dan hendak tidur. 

Mumpung ingat. Berdoa. Kata-katanya sudah hafal di luar kepala. Setelah itu terselip juga doa tentang menulis. 

Bahwa menulis bukan untuk menjadi hebat. Tetapi bermanfaat. Menulis dengan bimbingan cinta kasih. Setiap kata-kata membawa kesejukan. Bisa menjadi penghiburan. Tidak menyebar kebencian. 

Kira-kira seperti itu. Spontan saja. Setelah selesai berpikir kembali. Apa salahnya kalau jadi penulis hebat? Hebat dan bermanfaat. Kan bagus? 

Kenapa juga ketika berdoa  tidak minta supaya setiap tulisan banyak pembacanya? Lumayan, buat menambah. Penghasilan? 

Itulah bedanya. Pada saat tulus berdoa, hati yang bicara, sementara sesudahnya lebih banyak pikiran yang bekerja. 

Seperti yang terjadi hari ini. Ketika menulis "Denny Siregar, Si Ninja Menggelegar". 

Saat mau memberi judulnya timbul pertentangan. Pertama sudah dapat judul yang menjual. "Denny Siregar, Si Ninja Pemburu Kadrun". 

Perasaan tidak nyaman dengan 'kadrun'. Ada rasa tidak tega dengan pemakaian kata itu. Tidak tahu kenapa? 

Intinya tidak nyaman di hati. Kalau pikiran maunya pakai judul yang ada kadrunnya. Lebih mengundang selera.

Dalam hal menulis. Saya yakin kita semua tentu dengan niat baik. Menulis dengan hati. Ingin berbagi kebaikan. 

Itukah yang terjadi? Tidak selalu saudara-saudara. Ketika kita berniat menulis dengan hati. Bisa saja pikiran nakal menyelinap. Akhirnya ego yang lebih berbicara. Tanpa kita sadari. 

Di sinilah, yang membaca juga perlu pakai hati. Tidak menelan begitu saja apa yang terbaca. 

Ibarat makan buah. Hati-hati jangan sampai bijinya juga ditelan. Bila tersedak dan masuk Rumah Sakit. Tidak mungkin kita menuntut si penjual buah dengan pasal perbuatan  tidak menyenangkan. 

@catatanringan 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun