Mumpung ingat. Berdoa. Kata-katanya sudah hafal di luar kepala. Setelah itu terselip juga doa tentang menulis.Â
Bahwa menulis bukan untuk menjadi hebat. Tetapi bermanfaat. Menulis dengan bimbingan cinta kasih. Setiap kata-kata membawa kesejukan. Bisa menjadi penghiburan. Tidak menyebar kebencian.Â
Kira-kira seperti itu. Spontan saja. Setelah selesai berpikir kembali. Apa salahnya kalau jadi penulis hebat? Hebat dan bermanfaat. Kan bagus?Â
Kenapa juga ketika berdoa  tidak minta supaya setiap tulisan banyak pembacanya? Lumayan, buat menambah. Penghasilan?Â
Itulah bedanya. Pada saat tulus berdoa, hati yang bicara, sementara sesudahnya lebih banyak pikiran yang bekerja.Â
Seperti yang terjadi hari ini. Ketika menulis "Denny Siregar, Si Ninja Menggelegar".Â
Saat mau memberi judulnya timbul pertentangan. Pertama sudah dapat judul yang menjual. "Denny Siregar, Si Ninja Pemburu Kadrun".Â
Perasaan tidak nyaman dengan 'kadrun'. Ada rasa tidak tega dengan pemakaian kata itu. Tidak tahu kenapa?Â
Intinya tidak nyaman di hati. Kalau pikiran maunya pakai judul yang ada kadrunnya. Lebih mengundang selera.
Dalam hal menulis. Saya yakin kita semua tentu dengan niat baik. Menulis dengan hati. Ingin berbagi kebaikan.Â
Itukah yang terjadi? Tidak selalu saudara-saudara. Ketika kita berniat menulis dengan hati. Bisa saja pikiran nakal menyelinap. Akhirnya ego yang lebih berbicara. Tanpa kita sadari.Â