Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Saling Mengalah Itu Tidak Baik

3 Juli 2020   10:15 Diperbarui: 3 Juli 2020   10:25 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Katedrarajawen _Masih mabuk rupanya. Aneh. Kenapa saling mengalah malah tidak baik? Sabar. Ingat, apa yang lihat atau terbaca belum tentu benar. 

Menilai sesuatu hanya berdasarkan apa yang tampak oleh mata, Acapkali menyesatkan. Timbul salah paham mengotori hati. 

Dalam hidup keseharian. Saya perhatikan bahwa adakalanya saling mengalah itu hasilnya memang tidak  baik. 

Baik. Silahkan baca baik-baik. Di persimpangan jalan dua kendaraan berpapasan. Karena dua-duanya orang baik. Mereka saling mengalah. 

Tidak ada yang mau duluan kata lainnya. Saling memberi kode 'ayo, kamu yang duluan'. Berlangsung sekian waktu. 

Bisa dibayangkan apa yang terjadi? Di belakang klakson saling bersahutan. Ditambah lagi kata-kata tak sabaran. 

Bukankah ini namanya sikap baik untuk saling mengalah, tetapi hasilnya tidak baik. Menimbulkan kekacauan malah. 

Jadi dikatakan, bahwa memiliki sifat baik itu tidak cukup. Perlu bijaksana menyikapi.

Apa yang dipikir baik. Belum pasti baik. Masih perlu menyikapi dengan hati. 

Misalnya ada yang minta uang sama kita. Karena mentang-mentang merasa baik. Langsung memberi. Padahal sudah tahu, orang yang minta itu tukang mabuk. 

Bila hanya berpikir positif. Yang penting sudah niat baik kasih dia duit. Masalah buat mabuk, itu bukan urusan saya lagi. Yang mabuk dia.

Kelihatan memang baik. Sebenarnya tidak baik. Apakah mendukung orang melakukan  kesalahan itu baik?

Berpikir baik saja belum cukup. Namun perlu berpikir baik-baik secara mendalam. Bukan asal berpikir baik. 

Itu sebabnya apa yang sering dikatakan atau dilakukan orang bijak tampak tidak baik. Tega. Tetapi itulah kebaikan yang sesungguhnya. 

Ada kisah. Seorang biksu justru pergi meminta derma ke seorang nenek miskin. Apa-apaan  ini biksu? Apa tidak pakai otak? Apa yang bisa orang miskin berikan? 

Tak heran biksu lain mengolok-olok biksu ini. Biksu kejam. Tak punya perasaan. Biksu cuma kepalanya botak doang. 

Sang nenek tidak bisa memberikan apa-apa. Miskinnya kuadrat. Sang biksu terus meminta. Apa saja yang ada bisa dimakan. 

Ternyata masih ada sisa bubur basi. Tak apa. Berikan saja. Biksu itu menerima dengan sukacita. Sementara sang nenek berlinang air mata. Bahwa sisa bubur basinya masih ada harga. 

Inilah kebaikan sesungguhnya. Sang biksu memahami. Bahwa untuk mengubah kemiskinan sang nenek di kehidupan yang akan datang harus dengan memberi kesempatan padanya berderma. 

Ini bukan hanya kebaikan. Tetapi melampaui kebaikan. Sebab tidak semua orang baik pun mampu memikirkan ini sebagai kebaikan. 

@cerminperistiwa 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun