Tantangan dan kesulitan itu bukan datang dari masalah tiba-tiba harus berubah menu untuk mengisi perut.Â
Tetapi prosesnya itu. Apalagi di masa itu masih sangat jarang ada rumah makan vegetarian seperti saat ini.Â
Kebetulan saat itu juga kerja tinggal di pabrik. Makan di kantin. Repot juga kalau harus menyediakan satu menu cuma buat saya.Â
Namanya masih belajar paling sebisanya menghindari makanan yang mengandung daging.Â
Soal daging ini ada masalah. Saya pesan ke tukang masak. Pokoknya menu buat saya jangan ada pakai daging. Cukup sayur.Â
Karena was-was takut lupa. Saya selalu bertanya. Apakah ada dagingnya? Dijawab tidak. Sikat.Â
Lagi enak-enak makan. Ada perasaan tidak nyaman. Saya panggil yang masak memastikan menunya benar-benar tidak mengandung unsur daging. Tegas dijawab tidak ada. Serius? Cuma pakai teri. Katanya.Â
Langsung perut mual. Tidak pakai daging. Cuma pakai teri. Ingin nangis jadi tertawa.Â
Tantangan berikutnya. Karena atasan tahu saya vegetarian. Entah apa masalahnya. Sentimen atau mau cari masalah. Setiap kali ada kesalahan yang saya lakukan. Selalu dihubungkan dengan soal vegetarian.Â
Gara-gara vegetarian otak saya jadi tumpul. Bodoh. Cukup diam. Selain itu juga jadi bahan ledekan teman.Â
Yang sering saya dengar mereka mengatakan, daging enak malah makannya rumput. Seperti kambing. Sabar.Â