kkatedrarajawen _Gara-gara si kadrun ini. Saya harus tertawa. Tidak sampai terbahak-bahak. Tertawa saja. Habis itu senyum-senyum. Kadrun... kadrun. Karena kamu saya jadi katrok.Â
Masih untung sebenarnya. Hanya membuat tertawa sendiri. Padahal karena kadrun ini ada yang sampai kena masalah. Kena marah. Bikin panas suasana.Â
Kalau dipikir, benaran katrok saya ini. Padahal setiap hari mainannya telepon pintar. Ngaku pintar. Pintar berkata-kata. Pintar hitung uang juga. Tetapi karena si kadrun jadi katrok.Â
Coba ketemu Mr. Katrok, Tukul Arwana, pasti jadi bahan ledekan. Bahan candaan yang bikin terkencing-kencing.Â
Bagaimana tidak? Hari gini saya baru tahu dan sadar apa itu kadrun. Selama ini cuma tahu, kata ini semacam ledekan atau sindiran. Hanya itu. Tidak tertarik mencari tahu. Tidak nafsu. Tahu-tahu ketemu. Itu yang saya bilang bikin malu.Â
Ternyata oh ternyata. Kadrun, kependekan dari kadal gurun. Sampai di sini. Soal maksud dan tujuan pemakaian sebagai sindiran. Silahkan cari sendiri.Â
Dari soal kadrun ini saya memetik buah yang berharga. Inilah salahnya kalau  tidak suka mencari tahu yang sebenarnya kita masih bingung. Belum tahu. Menganggap remeh suatu hal. Buat apa?Â
Tentu ini pemikiran yang kurang tepat. Padahal untuk mendapat ilmu baru, sekarang begitu mudah didapat. Dengan tetelpon pintar di tangan, pengetahuan bisa dalam genggaman.Â
Walau terlambat, ini juga manfaatnya bila suka membaca. Kalau seksama pasti ada saja hal baru yang kita ketahui. Apalagi perkembangan dunia saat ini begitu cepat. Begitu banyak hal baru terjadi.Â
Selanjutnya, ada hal yang utama dari semua ini. Bukan hanya sekadar tahu. Membuat tambah pintar. Banyak mengetahui.Â
Dalam mengikuti perkembangan zaman ini, perlu tetap bijaksana. Untuk bijka ini tidak selalu dari pengalaman hidup sendiri. Bisa juga dari pengalaman hidup orang lain. Yang kita olah dengan rasa dan akal sehat.Â