Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Omong Kosong, Sabar Ada Batasnya

19 Juni 2020   21:55 Diperbarui: 20 Juni 2020   18:15 2179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : Canva /katedrarajawen


Katedrarajawen _Saat sudah tidak tahan mengendalikan diri. Kemarahan sudah memuncak. Keluarlah kata-kata,"Sabar, ada batasnya!" Meledak. Mengamuk. 

Omong kosong macam apa ini? Ngawur. Namanya sabar ya sabar. Tidak pakai batas. Kalau ada batasnya. Itu bukan sabar. 

Ini namanya menutupi kebenaran dengan pembenaran. Tidak bisa sabar lalu memutarbalikkan kebenaran. 

Orang yang mengatakan sabar ada batasnya. Itu seakan-akan hendak menunjukkan kalau dirinya itu sudah sabar. Sudah benar selama ini. Yang membuat dirinya tidak sabar itu yang salah. Hebat. 

Marah-marah sambil teriak biar dunia mendengar,"Saya sudah sabar. Kamu yang bikin saya tidak sabar!" 

Sadar. Sabar itu tidak ada urusan dengan orang lain. Sabar itu bukan didapat dari merasa sendiri. 

Sabar itu adalah kekuatan di dalam diri. Sabar itu kemampuan untuk mengalahkan diri sendiri. 

Sabar itu mampu menahan penderitaan. Sabar itu kalau ada yang menghina didoakan. Sabar itu tidak dihargai, tetap berbuat baik. 

Sabar itu kalau dicubit tidak akan membalas. Jadi ingat kata-kata yang sudah mendunia,"Ditampar pipi kananmu, berikan pipi kirimu."

Maaf, ini bukan kata-kata candaan. Bukan hanya milik agama tertentu. Namun kebenaran universal. 

Sabar itu tak pakai mengaku-ngaku atau minta pengakuan. 

Sama halnya dengan orang yang suka mengaku kalau dirinya tidak sombong. Padahal memang mau sombong. 

Kalau bicara mengawali dengan kata-kata,"Benar, saya tidak menipu." Padahal sedang melakukan modus penipuan. 

"Saya ini orang baik." 

"Saya ini orang jujur." 

Kenapa malah mengaku sendiri. Orang yang benar-benar baik dan jujur tidak butuh pengakuan. 

Begitu juga orang yang sabarnya benar. Bukan sabar made in sendiri. Pasti tidak akan teriak kalau dirinya orang sabar. 

Sabar saudara. Sabar. Ini sedang marah pada diri sendiri. Sudah 40 hari sabar berpuasa. Baru lewat sehari sudah tidak sabar. Marah-marah lagi. Cuma bisa mengelus dada dan bergumam,"Sabar..., sabar."

@cermindiri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun