Katedrarajawen
Entah iseng atau karena kurang pekerjaan. Hari ini saya menyapu bolak-balik lantai di mess. Disertai dengan mengepel.Â
Tetap saja perasaan belum nyaman. Sebab masih ada yang kotor selalu tampak oleh mata. Ada bintik-bintik hitam. Ada debu-debu yang sekilas sebenarnya tak begitu terlihat.Â
Ada bintik-bintik hitam walau disapu berkali-kali dan dipel tetap masih menempel. Terpaksa saya menggunakan pisau untuk mengeruk. Bersih akhirnya.Â
Namun ujung-ujungnya tetap masih ada kotoran yang tersisa di lantai. Walau itu bintik-bintik hitam yang halus. Kalau  disapu lagi akan terkumpul kotoran.Â
Kenapa bisa terjadi?Â
Sebab lantai itu dasarnya putih bersih. Sedikit debu hitam atau abu-abu akan terlihat jelas.Â
Tiba-tiba terpikir. Bukankah demikian juga bila hati nurani kita yang putih bersih. Bening bercahaya.Â
Ada sedikit melakukan kesalahan akan merasa tidak nyaman. Walau hanya melakukan kesalahan kecil sudah merasa sangat berdosa.Â
Jadilah benarlah, dikatakan bahwa orang bijak atau suci itu akan selalu merasa bersalah. Dari waktu ke waktu selalu bertobat dan membersihkan kesalahannya.Â
Tentu saja berbeda dengan saya ini. Lebih merasa sedikit bersalah. Bahkan tidak perlu merasa bersalah. Berbuat salah saja masih nyaman-nyaman seakan itu bukan kesalahan.Â
Kenapa?Â
Apabila diibaratkan lantai yang dasarnya hitam. Berapa Banyak pun  kotoran bintik-bintik hitam atau debu tak akan begitu tampak. Tak akan merasakan kalau lantai itu sudah kotor. Bahkan sangat kotor.Â
Jadi. Ngeri juga memikirkan atau menuliskannya. Apabila diri ini sudah sampai pada tahap masih nyaman melakukan kesalahan. Lebih suka merasa tidak bersalah. Tidak mau mengakui kesalahan.Â
Bisa jadi _ boleh juga dipastikan _ hati nurani ini sudah tertutup awan kegelapan atau kerak-kerak hitam.Â
Lebih jauh lagi dengan acara menyapu tadi. Tidak cukup pula hanya merasa  bersalah atau dengan siraman rohani. Merenung atau refleksi hati.Â
Karena masih ada kotoran yang membandel. Perlu usaha lebih keras dan cara tertentu untuk membersihkannya.Â
Lebih penting lagi, membutuhkan kesabaran dan konsisten. Selalu mengharapkan Mahakasih Tuhan mengampuni.Â
@pembelajarandarisebuahperistiwa
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI