KatedrarajawenÂ
Sudah lama ini peristiwa. Mau menuliskan kembali ada perasaan malu sebenarnya. Dipikir-pikir kalau malu ada artinya, tak apalah. Begadang saja kalau ada artinya tak apa-apa.Â
Sewaktu istri harus opname dan dioperasi karena ada masalah ginjal. Terpaksa harus bolak-balik ke Rumah Sakit dan rumah. Ralat. Sebenarnya tidak terpaksa juga. Dipaksa-paksakan saja. Beda, kan?Â
Ketika pulang ke rumah, mau tidak mau harus mengerjakan urusan rumah. Walau lelah menemani. Terutama urusan cuci baju. Biar tidak menumpuk.Â
Setelah sekitar pukul 00.00 alias tengah malam harus balik lagi ke Rumah Sakit.Â
Nah, dalam perjalanan itu, pikiran nakal ini muncul. Muncul perasaan merasa.Â
"Wah, beruntung banget nih istri, punya suami kayak saya. Tengah malam saja masih mau cuci baju. Habis itu masih menemani lagi."Â
"Iya dong. Hebat lu bro..." entah suara dari mana.Â
Hidung makin kembang kempes. Saya mengangguk-angguk sendiri di atas sepeda motor. Mungkin kalau ada yang lihat dikira mengantuk. Padahal sedang bangga diri.Â
"Hei, kamu. Ya kamu yang mengangguk-angguk dan hidungnya kembang kempes!" suara dari mana lagi ini?Â
"Jangan merasa sudah baik. Kalau kamu suami yang baik. Pasti bisa lebih kasih perhatian sama istri. Temani di Rumah Sakit. Cuci baju bisa di laundry. Bukannya malah sibuk bolak-balik."Â
Yang tadinya sudah mulai mengantuk. Terasa kena sengatan. Jadi segar lagi. Lebih dahsyat dari sepuluh gelas kopi.Â
Berpikir lagi. Ada benarnya. Cuma bisa jaga istri di Rumah Sakit dan cuci baju malam-malam sudah merasa.jadi suami yang baik. Pakai bangga lagi. Malu ah.Â
Beruntung saya cepat sampai tujuan dan pura-pura tidak terjadi apa-apa. Tetapi sebenarnya diam-diam sedang mencari-cari pembelajaran apa yang bisa saya makna dari peristiwa ini.Â
@pembelajarandarisebuahperistiwa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H