Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Si Kate dan HP Kesayangannya (undangan makan di istana)

2 Januari 2016   13:52 Diperbarui: 2 Januari 2016   16:06 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Si Kate dan HP Kesayangannya (undangan makan istana) 12.05 02 Januari 2016

Urusan makan memang tak sesederhana yang dipikirkan. Apalagi ini urusan makannya di Istana Negara. Pasti makannya tak sederhana seperti makanan di warteg atau di rumah sendiri.

Karena urusan sekali makan ini bisa berlanjut dengan berkisah-kisah. Ada yang bergembira. Wajar. Ada yang kecewa. Itu pun masih sangat wajar. Nah, kalau sampai ada yang tersakiti itu yang tak terkira. Yang di luar duga juga ada sampai muncul istilah GGP  "ganteng-ganteng pengemis" atau CCP "cantik-cantik penjilat". Untung Cita Citata bukan kompasianer, sehingga tidak akan bernyanyi "sakitnya tuh di sini...sakitnya tuh di sini..." sambil menunjuk ke arah ulu hatinya.

Urusan makan juga menimbulkan desas-desus kalau penghuni Kompasiana jadi terbelah. Nah, kalau yang nanya terbelah itu pasti jadi lebih dari satu. Berarti jadi dua, tiga atau empat dst.

"Eit tunggu dulu. Siapa bilang?  Itu orang yang belah durian, semakin terbelah malah dua jadi semakin menyatu." bisik si Kate. Malu kalau ada yang mendengar.

Inilah kejadian di "Blog Keroyokan Kompasiana". Loh kok keroyokan? Apa para penghuninya suka main keroyokan?  Tepat sekali? Terbukti waktu para penghuni di kompasiana yang disebut kompasianer ini ke Istana Negara begitu tuan rumah bilang yuk makan dulu seketika ramai-ramai tanpa pakai malu langsung main keroyok  ke hidangan yang sudah tersedia dengan semangat.

Gara-gara urusan makan ini yang menghadirkan kisah dalam laporan tulisan dan gambar ini  tanpa terencana membuat ribuan kawan terluka. Sangat menyesalkan dan prihatin. Sampai-sampai seorang kawan penulis senior bin kawakan arif nan inspiratif  yang berbagi  kisah harus merasa galau atas kejadian ini. Berhari-hari tidur tak nyaman. Makan pun terasa hambar. Mungkin minum kopi juga serasa minum jamu. Di punggung serasa memikul berkarung-karung beras.  Merasa bersalah dan memiliki beban, sehingga harus berlanjut kisah dengan permintaan maaf. Sungguh lapang dada dan rendah hati.

Si Kate yang memang dari sononya sok bijak dan punya moto" memetik hikmah dari setiap momen yang ada" bergumam,"Tidak setiap niat baik akan dapat diterima dengan baik!"

Di pinggir ranjangnya  yang hampir reot si Kate merenung dalam-dalam sampai terkantuk. Mungkin saking dalamnya. Bergelas kopi menjadi korban. Wah ini acara ngopi apa merenung ya?  Sepertinya si Kate ikut merasa tak nyaman.

Keesokan si Kate  ngopi bareng dengan penulis di warung sebelah yang pelayannya tak sexy itu. Jadi benar-benar bisa fokus ngopi tanpa harus sibuk melirik.

"Bro, gue benar-benar dapat pelajaran berharga kali ini."  Si Kate membuka suara setelah menyeruput kopinya sambil menarik nafas dalam-dalam. Bukan menyedot dalam-dalam sebatang rokok seperti kebiasaan para penikmat kopi yang harus ditemani sebatang rokok.

"Kalau menulis itu harus hati-hati. Karena bisa aja kegembiraan atau keberhasilan yang gue tulis akan melukai ribuan atau bahkan jutaan orang."

Kali ini si Kate tak lagi pencet-pencet HP Kesayangannya. Hanya digenggam. Tampang tampak serius. "Makanya gue gak bakal nulis tentang kesuksesan gue. Gue takut itu  akan menyakiti mereka yang gagal dan hidup dalam kemiskinan. Ente tahu berapa banyak orang di negeri kita yang masih hidup dalam garis kemiskinan? Coba kalau mereka semua baca tulisan gue. Berapa juta orang yang akan gue sakiti? Mau taruh di mana hati gue?"

Penulis sampai tersedak mendengar perkataan si Kate. Soalnya tahu banget siapa dia sampai ke jeroannya. Pastilah kagak bakal ada ceritanya soal kesuksesan si Kate. Wong dari dahulu sampai kini hidupnya masih dalam kekerean.

Melihat penulis yang serius menyimak _padahal pura-pura serius, si Kate makin semangat menjadikan penulis sebagai korban.

"Gue juga gak bakal deh nulis-nulis tentang kebahagiaan gue jalan-jalan keliling dunia dari Kutub Utara sampai Kutub Selatan. Dari Tanjung Kait sampai Tanjung Pinang.  Dari Samudra Atlantik sampai Samosir. Dari Ujung Kulon sampai Ujung Pandang yang ujung-ujungnya bakal menyakiti."  Senyum yang dibuat tampak bijak ia hadirkan.

Penulis cuma bisa terbahak-bahak dalam hati. Kok bisa ya? Kan, ceritanya begitu. Mau terkekeh di jidat juga bisa ha ha ha ...

Si Kate sepertinya sedang berkhayal dan ngomong kegedean.  Seingat-ingatnya yang penulis ingat si Kate itu kagak pernah jalan-jalan ke mana-mana. Kalau Tanjung Kait sih yang masih di Tangerang itu pernahlah. Kalau itu apa yang mau dibanggakan?

"Bro, ente terhanyut ya dengar omongan gue sampai serius begitu?"   goda si Kate sambil melempar sesuatu ke arah penulis. Kepedean banget si Kate.  Belum cukup rupanya si Kate cerita. Padahal kopi sudah hampir ludes dari gelasnya. "Makanya gue juga mikir-mikir mau nulis keromantisan gue sama istri tercinta. Udah ah pokoknya takut. Gue gak mau nyakitin siapa-siapa. Titik." Seperti ada perasaan yang menggandal dari nada suara si Kate. Keselek kopi kali ya? Pantasan, ampas kopinya disedot juga.

"Bro, tapi gue bingung juga nanti kalau gue cerita masa lalu gue yang hidup serba susah makan sepiring sekeluarga  atau seranjang tidur ramai-ramai nanti dibilang pamer kesusahan lagi. Gimana dong?" kali ini mendadak si Kate galau.

"Mas Kate kan bijaksana kenapa tanya sama saya? Gak mikir ah! Yang saya mikir itu Mas Kate jangan pamer-pamer aurat aja deh..." ketus penulis sambil berlalu dan sekalian bilang,"Kopi saya bayarin dulu ya, Mas!"  

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun