Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyelami Kehidupan Bersama Kompasiana

27 Juli 2013   13:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:58 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1374912836848219147

[caption id="attachment_277891" align="aligncenter" width="644" caption="Admin/Ilustrasi(Kompasiana)"][/caption]

Apa nilai kehidupan yang hendak  kita selami bersama Kompasiana, sebuah dunia di alam maya tempat di mana selama ini kita berada dan berinteraksi?

Kalau ada kesediaan hati untuk menyelami pasti ada mutiara-mutiara kehidupan yang akan kita temukan.

Kompasiana, komunitas dengan penghuni ratusan ribu orang dari beragam suku, agama, karakter dan tempat yang berbeda menyediakan begitu banyak kekayaan pembelajaran hidup. Sungguh sayang bila diabaikan begitu saja.

Setiap hari terbentang lautan peristiwa yang dapat kita selami untuk menyemaikan kebaikan hati dan mengendalikan emosi. Termasuk untuk melatih diri. Mendewasakan hati.

MENJAGA NIAT BAIK DALAM MENULIS

Apapun dapat kita tulis untuk berbagi. Tetapi untuk selalu menjaga niat baik dan keikhlasan yang tidak mudah. Godaan bisa perlahan timbul untuk mencari popularitas dan puja-puji. Akhirnya terlena dan menyimpang dari niat awal yang suci.

Seiring berjalannya waktu hal ini memang tak terhindarkan. Selama ego masih ada mengiringi.

Kalau ada yang mengatakan bahwa ia menulis ya menulis saja tidak memikirkan apa-apa. Saya anggap pencapaian kebatinannya sudah luar biasa atau memang menyadari kemampuan dirinya yang tidak bisa berbuat apa-apa dengan tulisannya.

Apa pun itu, menjaga niat sepanjang waktu memang perlu dilakukan. Karena godaan datang tidak mengenal waktu. Seringkali niat buruk itu justru muncul ketika hati lengah.

BIJAK dan CERDAS DALAM MEMBACA

Menjadi pembaca yang bijak dan cerdas itu tidak mudah. Perlu waktu dan proses. Setiap hari begitu banyak tulisan yang tersaji untuk kita pilih. Ada yang sejuk ada yang mengaduk emosi di Kompasiana.

Bahkan ada yang dari membaca judulnya saja sudah merangsang pikiran dan memacu adrenalin tanpa tahu terlebih dahulu isinya. Bila sikap bijak dan cerdas kita abaikan, dipastikan kita akan capai dan sering terbawa emosi.

Dengan demikian tidak ada manfaat yang akan kita petik. Kerugian sudah pasti. Tensi darah jadi meninggi dan hati jadi benci.

Membaca tidak hanya cukup dengan penglihatan mata dan dicerna oleh pikiran. Tapi juga perlu kecerdasan emosi dan spiritual, sehingga apa yang dibaca dapat dicerna dengan baik.

Dengan demikian apapun yang kita baca akan jadi bernilai. Tulisan baik atau buruk tetap dapat menjadi gizi yang menyehatkan jiwa.

TIDAK BERPIHAK DALAM KONFLIK

Dunia Kompasiana sepanjang yang telah saya lalui selama hampir empat tahun ini tak pernah lepas dari konflik. Masalah politik, agama sampai urusan pribadi bisa menjadi bahan pemicu konflik.

Namanya masih ada keegoan rasanya gatal kalau tidak menjadi pemihak satu kubu yang sealiran atau sepemikiran dengan kita.

Kadang tanpa kita sadari, apa yang kita lakukan justru semakin memperkeruh keadaan. Alih-alih ikut meredakan.

Yang parah tanpa tahu permasalahan kita menjadi bak jagoan sebagai pembela justru di pihak yang salah.

Dalam konflik yang terjadi, sejatinya kita dapat melihat masalah dengan jernih. Bila mampu justru berusaha mendamaikan atau minimal tidak ikut campur dengan memanasi.

Yang namanya konflik kebanyakan pasti emosi, perasaan, dan keegoan yang di kedepankan tanpa mau tahu persoalan secara utuh. Di sinilah kita perlu melatih dan mengendalikan diri.

BERJIWA BESAR MENERIMA KRITIKAN, JANGAN BESAR KEPALA DENGAN PUJIAN

Berinteraksi dengan sekian banyak orang dengan isi kepala alias pemikiran yang berbeda. Tentu apa yang menjadi buah pikiran kita tidak selamanya akan disetujui.

Tak terhindarkan bila akan ada kritikan dari yang cerdas sampai yang arogan bin urakan. Bila ini terjadi memang kadang kita sulit untuk menahan diri.

Tapi justru keadaan inilah kesempatan bagi kita untuk menahan diri dan berlapang dada untuk menyikapi dengan tidak emosi.

Kritikan memang kadang kejam dan pedas. Tak jarang membuat kita terhempas dan kandas. Namun kita berjiwa besar untuk menerimanya justru akan membuat kita semakin kuat dalam melangkah.

Kebalikan dari kritikan adalah pujian. Bila tidak waspada pujian yang datang berduyun-duyun bisa membuat kita melayang di awang-awang. Tanpa sadar kepada seperti balon yang ditiup. Makin lama makin membesar. Bila kelepasan bisa celaka dua belas. Balonnya akan meledak.

Terhadap pujian ini kita bisa menyikapi dengan cerdas. Menjadikan pujian sebagai amunisi yang membakar semangat dan gairah untuk menulis lebih baik lagi dan lagi.

Bagi para sahabat tentu punya gaya atau cara sendiri untuk menyelami kehidupan selama keberadaan di Kompasiana. Apa yang saya tulis hanyalah sedikit dari banyak hal yang bisa kita selami bersama. Semoga bermanfaat dalam saling berbagi dan berhubungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun