Menjadi pembaca yang bijak dan cerdas itu tidak mudah. Perlu waktu dan proses. Setiap hari begitu banyak tulisan yang tersaji untuk kita pilih. Ada yang sejuk ada yang mengaduk emosi di Kompasiana.
Bahkan ada yang dari membaca judulnya saja sudah merangsang pikiran dan memacu adrenalin tanpa tahu terlebih dahulu isinya. Bila sikap bijak dan cerdas kita abaikan, dipastikan kita akan capai dan sering terbawa emosi.
Dengan demikian tidak ada manfaat yang akan kita petik. Kerugian sudah pasti. Tensi darah jadi meninggi dan hati jadi benci.
Membaca tidak hanya cukup dengan penglihatan mata dan dicerna oleh pikiran. Tapi juga perlu kecerdasan emosi dan spiritual, sehingga apa yang dibaca dapat dicerna dengan baik.
Dengan demikian apapun yang kita baca akan jadi bernilai. Tulisan baik atau buruk tetap dapat menjadi gizi yang menyehatkan jiwa.
TIDAK BERPIHAK DALAM KONFLIK
Dunia Kompasiana sepanjang yang telah saya lalui selama hampir empat tahun ini tak pernah lepas dari konflik. Masalah politik, agama sampai urusan pribadi bisa menjadi bahan pemicu konflik.
Namanya masih ada keegoan rasanya gatal kalau tidak menjadi pemihak satu kubu yang sealiran atau sepemikiran dengan kita.
Kadang tanpa kita sadari, apa yang kita lakukan justru semakin memperkeruh keadaan. Alih-alih ikut meredakan.
Yang parah tanpa tahu permasalahan kita menjadi bak jagoan sebagai pembela justru di pihak yang salah.
Dalam konflik yang terjadi, sejatinya kita dapat melihat masalah dengan jernih. Bila mampu justru berusaha mendamaikan atau minimal tidak ikut campur dengan memanasi.