Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jokowi-Ahok (Akan) Mengubah Wajah Kumuh Jakarta

25 Agustus 2013   18:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:50 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_283241" align="aligncenter" width="587" caption="Salah satu blok di Rusun Marunda@Kompas.com"][/caption]

Jakarta adalah Ibu Kota Negara kita yang sejatinya menjadi kebanggaan bersama. Kota metropilitan yang merupakan gerbang utama Indonesia. Tetapi kekumuhannya adalah bagian dari wajah Jakarta akibatnya banyaknya gubuk  di mana-mana.

Karena kurang mendapat perhatian dari Pemprov, sehingga gubuk-gubuk liar berdiri di bantaran sungai dan di sekitar waduk. Lama-kelamaan seakan sudah menjadi milik sendiri. Untuk mengusurnya bukan menjadi pekerjaan mudah, Akhirnya terjadi pembiaran. Kalaupun ada upaya memindahkan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Selain kekumuhan yang merupakan bagian khas dari Jakarta adalah PKL yang seakan mendapat angin berjualan bukan pada tempatnya. Dari trotoar. Sedikit demi sedikit kemudian hampir menguasai seluruh jalan akibat pembiaran.

[caption id="attachment_283240" align="aligncenter" width="250" caption="Salah satu wajah kumuh Jakarta di bantaran Sungai Ciliwung@tataruangindonesia.com"]

13774319441070819075
13774319441070819075
[/caption]

Kalau pun ada penertiban sekadar aksi belaka biar kelihatan ada kerjanya. Selanjutnya tak ada tindakan lagi. Hal ini  tak ayal menimbulkan ketidak-nyaman pengendara dan pejalan kaki.

Sampai akhirnya datanglah pasangan pemimpin baru Jakarta, Jokowi Widodo Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mengusung perubahan. slogan 'Jakarta Baru".

Bukan sekadar slogan. Karena ditindak-lanjuti dengan aksi nyata yang memberikan harapan. Walau juga membuat gerah yang tidak ingin ada perubahan. Sebab sudah menikmati kenyamanan dalam kesemberawutan selama ini.

Penertiban PKL Tanah Abang dan relokasi  penghuni di sekitar Waduk Pluit adalah langkah awal untuk membenahi Jakarta secara keseluruhan. Karena akan ditindak-lanjuti dengan aksi selanjutnya.

Dalam hal kepemimpinan Jokowi-Ahok tidak asal main gusur saja. Tetapi juga disediakan lokasi baru yang lebih baik dari sebelumnya.

Khususnya dalam mengubah kekumuhan Jakarta yang terdapat banyak gubuk liar, Jokowi -Ahok mengambil langkah dengan membangun banyak rusun sederhana dengan harga sewa murah nantinya. Jumlahnya mencapai puluhan ribu unit.

Sesuai rencana dan sedang dalam pengerjaan ada Rusun Daan Mogot-Cengkareng, Rusun Muara Angke, Rusun Rawa Bebek, dan rusun di wilayah Jatinegara.  Sebagian rusun dibangun oleh perusahaan properti sebagai bentuk CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan.

Bahkan menurut Ahok, di kawasan Marunda nanti akan dibangun proyek percontohan superblok dengan lahan seluas 100 hektar yang akan ditambah menjadi 400 hektar. Nantinya akan dibangun rusun yang mencapai sekitar 17 ribu unit untuk warga yang tidak mampu.

Wow...bisa dibayangkan perubahan apa yang akan terjadi? Wajah kumuh Jakarta dengan gubuk liar yang bertebaran akan segera hilang.

Seperti yang sudah berjalan adalah memindahkan warga yang ada di kawasan Kampung Pulo, Jakarta Timur untuk  normalisasi sungai Ciliwung. Karena Kampung Puola merupakan langganan banjir selama ini. Untuk itu 1.200 unit rusun sudah disiapkan di Jatinegara dan rencananya di beberapa wilayah lagi.

Bila melihat kinerja pasangan Jokowi-Ahok, tentunya bukanlah omongan kosong dalam waktu yang tidak pakai lama wajah Jakarta akan berubah. Kekumuhan akan menjadi kenangan masa lalu. Bukankah hal ini layak untuk diapresiasi?

Sumber bacaan: Tempo.co

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun