Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tertuduh

13 Januari 2014   13:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:52 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagaimana rasanya dituduhkan hal yang sebenarnya tidak kita lakukan? Mungkin ada yang marah dan membalas menuduh atau melakukan serangan balik atau ada yang sakit hati dan menyimpan dendam. Bisa juga hanya bisa menangisi nasibnya tanpa tahu harus berbuat apa sebab tak menyangka akan mengalaminya.

Bagaimana dengan saya menyikapinya? Kaget dan hampir tak percaya jadi tertuduh atas apa yang tidak saya lakukan. Apalagi dari orang yang begitu saya hargai.

Menerima dan Tersenyum



Ketika penjelasan dan atas nama 'Demi Tuhan' tak mempan lagi meyakinkan bahwa saya tidak melakukan apa yang dituduhkan, saya berusaha menerima ini sebagai risiko hidup dan tersenyum. Saya bersyukur tidak melampiaskan kemarahan atas ketidak-adilan ini atau melakukan perlawanan dengan frontal. Namun saya masih sempat berdoa untuk orang yang telah menuduh. Terima kasih Tuhan atas cahaya dan kasih ini.

Dalam diam saya berusaha tersenyum untuk mengusir segala kekecewaan atau sakit hati yang mungkin akan segera mengisi relung hati. Setiap kali teringat saya berusaha untuk mengembangkan senyuman dan bersabar.

Walau dada agak sedikit sesak ketika menyadari,  bahwa atas Nama Tuhan saya tidak melakukan apa yang dituduhkan pun tak mengubah penilaian. Mungkin saya dianggap seperti kebanyakan oknum pejabat yang walau telah bersumpah tetap saja melakukan perbuatan korupsi.  Tapi saya tetap harus berjiwa besar menerimanya tanpa perlu menyalahkan siapapun.

Risiko Hidup

Kehidupan adalah perjalanan yang penuh risiko. Walau kita sudah berusaha menjadi orang baik, belum tentu akan menjamin semuanya akan berjalan tanpa risiko. Bisa saja niat baik kita akan disalahpahami.

Bisa juga seperti yang saya alami, divonis melakukan hal yang tidak pernah saya lakukan berdasarkan kebenaran menurut sudut pandang sepihak.

Namun kebenarannya adalah saya tidak melakukan tapi saya berusaha mengerti atas apa yang dituduhkan sambil berharap waktu yang akan menunjukkan kebenaran yang sesungguhnya.

Hidup telah mengajarkan kepada saya, selagi masih berjalan di jalan yang benar dan lurus, jangan pernah takut terhadap segala risiko yang ada. Anggap saja semua risiko yang sekalipun akan mempermalukan kita itu sebagai cobaan untuk lebih mendewasakan batin.

Bila kita dapat menyikapinya dengan tenang dan bersabar dalam ujian yang datang, maka pada waktunya kita akan berterima kasih dan bersyukur dengan pembelajaran yang berharga ini.

Sudah Dipersiapkan

Selain pembelajaran berharga yang dapat saya petik dari peristiwa tuduhan ini, saya mendapat hikmah bahwa seakan saya sudah dipersiapkan secara mental untuk menghadapinya.

Beberapa waktu sebelum mengalami kejadian pahit ini, saya membaca sebuah kisah yang mendesak ingin saya tuliskan. Tapi belum kesampaian. Yang jelas kisah itu seakan begitu melekat sampai saya menjadi tertuduh seperti yang dialami pertapa dalam kisah yang saya baca.

Suatu hari anak gadis kepada dusun diketahui hamil. Pada waktu itu kejadian ini tentu merupakan aib. Awalnya si gadis tidak mau mengungkapkan siapa sesungguhnya ayah dari benih yang dikandungnya.

Akhirnya gadis itu mengakui bahwa kehamilannya adalah akibat ulah seorang  pertapa yang ada di dusun itu. Marahlah orang dusun itu dan mencaci-maki, karena tak menyangka sang pertapa akan melakukan perbuatan hina itu.

Sang pertapa tak menjelaskan apapun dan menerima semua tuduhan itu dan menikahi anak kepala dusun dengan sepanjang waktu harus menerima pandangan sinis orang. Apa yang dialami dijadikan sebagai bahan pelatihan jiwa. Sepanjang pernikahannya, sang pertapa tetap menjaga kesucian dengan tidak menyentuh tubuh 'istrinya'.

Sampai pada waktunya, pacar dari gadis yang menghamilinya tak tahan dalam rasa bersalah, sehingga mengakui perbuatannya. Kebenaran akhirnya terkuak. Tak ada penjelasan atau upaya menuntut ganti rugi atas pencemaran nama baiknya. Sang pertapa cukup menyikapi dengan senyuman.

Senyuman sang pertapa harus saya akui, senyuman sang pertapa itu menular kepada saya walau saya tidak mengalami tuduhan menghamili seorang wanita. Kalau itu yang terjadi mungkin saya perlu meratapi 'enak di lu gak enak di gue'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun