Hidup telah mengajarkan kepada saya, selagi masih berjalan di jalan yang benar dan lurus, jangan pernah takut terhadap segala risiko yang ada. Anggap saja semua risiko yang sekalipun akan mempermalukan kita itu sebagai cobaan untuk lebih mendewasakan batin.
Bila kita dapat menyikapinya dengan tenang dan bersabar dalam ujian yang datang, maka pada waktunya kita akan berterima kasih dan bersyukur dengan pembelajaran yang berharga ini.
Sudah Dipersiapkan
Selain pembelajaran berharga yang dapat saya petik dari peristiwa tuduhan ini, saya mendapat hikmah bahwa seakan saya sudah dipersiapkan secara mental untuk menghadapinya.
Beberapa waktu sebelum mengalami kejadian pahit ini, saya membaca sebuah kisah yang mendesak ingin saya tuliskan. Tapi belum kesampaian. Yang jelas kisah itu seakan begitu melekat sampai saya menjadi tertuduh seperti yang dialami pertapa dalam kisah yang saya baca.
Suatu hari anak gadis kepada dusun diketahui hamil. Pada waktu itu kejadian ini tentu merupakan aib. Awalnya si gadis tidak mau mengungkapkan siapa sesungguhnya ayah dari benih yang dikandungnya.
Akhirnya gadis itu mengakui bahwa kehamilannya adalah akibat ulah seorang  pertapa yang ada di dusun itu. Marahlah orang dusun itu dan mencaci-maki, karena tak menyangka sang pertapa akan melakukan perbuatan hina itu.
Sang pertapa tak menjelaskan apapun dan menerima semua tuduhan itu dan menikahi anak kepala dusun dengan sepanjang waktu harus menerima pandangan sinis orang. Apa yang dialami dijadikan sebagai bahan pelatihan jiwa. Sepanjang pernikahannya, sang pertapa tetap menjaga kesucian dengan tidak menyentuh tubuh 'istrinya'.
Sampai pada waktunya, pacar dari gadis yang menghamilinya tak tahan dalam rasa bersalah, sehingga mengakui perbuatannya. Kebenaran akhirnya terkuak. Tak ada penjelasan atau upaya menuntut ganti rugi atas pencemaran nama baiknya. Sang pertapa cukup menyikapi dengan senyuman.
Senyuman sang pertapa harus saya akui, senyuman sang pertapa itu menular kepada saya walau saya tidak mengalami tuduhan menghamili seorang wanita. Kalau itu yang terjadi mungkin saya perlu meratapi 'enak di lu gak enak di gue'.