Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ketika Disalahkan, Balik Menyalahkan, maka Semakin Terpuruk dalam Kesalahan

31 Mei 2013   19:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:44 1219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ketika bersalah dan tidak memiliki kerendahan hati untuk menerimanya. Malahan balik menyalahkan, maka takkan menemukan kebenaran. Sebaliknya justru malah bisa semakin terpuruk dalam kesalahan.

Siapa yang mau disalahkan? Jangankan dalam keadaan sudah benar disalahkan. Pada saat sudah salah dan disalahkan tak akan mudah menerimanya. Seringkali reaksinya malah balik menyalahkan. Ini merupakan sifat umumnya manusia.

Ada keegoan yang menolak untuk direndahkan, maka cara melawan adalah dengan melakukan serangan balik. Disalahkan lawan dengan menyalahkan.

Dalam hal balik menyalahkan ini bisa tertuju secara langsung yang menyalahkan. Bisa juga pada pihak lain untuk dijadikan kambing hitam. Pokoknya asal jangan saya yang disalahkan.

Kita merasa nyaman-nyaman saja dengan kondisi ini. Lama-kelamaan menjadi sifat dan membentuk karakter kita.

Sikap kita dengan spontan balik menyalahkan ketika disalahkan sudah ada tombol otomatisnya.

Sebelum lebih lanjut coba-coba bayangkan apa diri kita demikian keadaannya? Tidak ada yang angkat tangan atau mengangguk?

Itu salahnya saya yang masih mencari-cari kesalahan orang lain dengan cara minta pengakuan. Benar-benar terlalu. Mengapa bukan diri sendiri yang membayangkan?

Sudah diri sendiri yang salah malah mau minta dukungan. Ketahuan belangnya. Ya harus diakui. Setelah membayang-bayangkan, begitulah diri saya kalau disalahkan. Pasti dengan reaksi dan otak bekerja dengan cepat untuk membela diri dengan mencari korban untuk disalahkan.

Bahkan yang jelas-jelas benda mati pun dijadikan korban. Terlalu memang.

Contoh sederhana: Ketika telat sampai kantor dan ditegur. Dengan enteng menjawab,"Jalannya macet, boss!" atau "Wah, bannya kempas. Sialan banget kena paku!"

Begitulah. Kalau bossnya 11 12 ya akan maklum. Tapi kalau bossnya disiplin, bisa-bisa disuruh pulang selamanya tak usah kerja lagi kalau dua tiga kali masih begitu he he he...

Sepertinya ada yang senyum-senyum baca contoh kejadian di atas dan pengen menyeletuk,"Pasti pengalaman yang nulis!"

Apa? Bu.... bu... eh ya iya ngaku. Kali ini terima salah deh biar dianggap sudah sadar, supaya tidak terpuruk dalam kesalahan. Yihuii..sambil menepuk dada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun