Siapa yang tidak ingin hidupnya bahagia? Semua ingin, jelas. Namun, yang sering kita lakukan justru menjadi sumber ketidak-bahagiaan. Kita lebih suka mengisi pemikiran dengan hal yang menghalangi hadirnya kebahagiaan itu.
Seorang teman yang pernah tinggal di India sekian lama bercerita tentang sebuah iklan yang pernah ditontonnya dan memberikan kesan mendalam.
Seorang pemuda dengan rambut gondongnya sedang menyusuri jalanan. Sedang galau ceritanya. Ia berpapasan dengan sepasang kekasih yang sedang menaiki sepeda.
Melihat itu pemuda ini bergumam, "Wow, asyik juga kalau jalan-jalan naik sepeda sambil ditemani seorang wanita cantik pula."
Tidak lama kemudian pemuda yang naik sepeda ini berpapasan dengan seorang suami yang sedang memboncengi istri dan anaknya naik motor.
Melihat ini pemuda itu membatin dalam hati, "Wah, keren juga ya kalau bisa naik motor ditemani istri ada anak pula bersama."
Kisah berlanjut. Bapak yang naik motor itu kemudian berpapasan dengan seorang pria botak yang sedang mengendarai mobilnya.
Seketika pikirannya melayang dan mendesis, "Enaknya kalau bisa jalan-jalan naik mobil pula. Kapan ya bisa begitu?"
Nah, akhirnya pria yang sedang mengendarai mobil itu melihat pemuda berambut gondrong yang masih menyusuri jalan.
Ketika memandang pemuda itu, si pria botak memegang kepalanya sambil berkata pelan, "Keren juga nih kalau kepalaku punya rambut seperti itu!"
Kalau mau membandingkan terus pasti tiada habisnya. Dalam kehidupan nyata kenyataannya kita memang suka membandingkan. Tidak pernah puas dengan apa yang sudah kita miliki.
Seorang istri akan membandingkan suaminya dengan suami temannya. "Coba ya kalau suami gue kayak suaminya si Ana. Udah ganteng dan kaya, romantis lagi."
Tak mau kalah sebagai suami pun akan membandingkan, "Kenapa istriku gak seperti istrinya si Herman ya? Udah cantik, seksi lagi. Terus baik hati. Ini istriku udah gembrot bawel lagi. Nasib, nasib, mau pulang ke rumah aja jadi malas."
Padahal sangat sederhana sekali untuk menikmati hidup yang indah dan lebih baik. Buang jauh-jauh membandingkan diri dengan siapapun.Â
Terima apa adanya apa yang telah dimiliki dengan hati yang bersyukur. Itu saja.
Masalahnya sering kali kita terlalu meremehkan hal yang sederhana dengan tidak mau mendalaminya sungguh-sungguh sehingga menjadi standar hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H