Begitulah yang harus saya alami. Oleh pengorban dan semangat saya yang rela meninggalkan pekerjaan dan 100 persen menyediakan waktu dalam pelayanan. Walau dalam usia yang masih muda ketika itu, namun penghargaan dan penghormatan yang begitu tinggi saya dapatkan.
Dari anak-anak sampai orang tua menaruh hormat. Dari yang statusnya biasa sampai boss pun menundukkan kepala bila bertemu. Kebutuhan dipenuhi. Bisa berdiri di atas mimbar memberikan ceramah.
Keadaan ini berlangsung sekian tahun sampai waktunya kemudian menikah dan ke luar dari lingkungan yang penuh dengan rasa hormat itu.
Masuk dalam dunia kerja yang sepertinya asing dengan kelakuan orang-orang yang jauh dari etika dan rasa hormat menjadi kaget. Karena selama dalam pelayanan soal etika selalu ditekankan.
Di lingkugan yang tak satu pun orang tahu keadaan saya sebelumnya, mau tidak mau membuat minder. Perilaku teman-teman kantor yang seenaknya saya anggap sebagai kekurang-ajaran.
Saya membatin,"Dulu di tempat saya yang lama, mana ada yang berani begini. Saya ngomong satu kata aja semuanya diam tertunduk."
Dulu menceramahi orang-orang, sekarang malah setiap hari diceramahi manager sales. Dalam hati bilang,"Kalau cuma motivasi beginian sih saya lebih jago." Sombongnya ke luar. Eh, makan tuh sombong!
Pertama kali mengalami keadaan ini di lingkungan yang baru membuat saya sulit menerima. Berat untuk menerima kenyataan. Ada kerinduan untuk mendapat perlakuan seperti sebelumnya.
Saya merasa tidak ada kuasa lagi untuk mengatur orang-orang di tempat kerja. Sebab saya hanyalah seorang sales baru. Tentu saya dianggap tidak ada apa-apanya.
*
Berjiwa Besar Menerima Kenyataan