Ustad Yusuf Mansur belakangan ini menjadi berita heboh dengan usaha investasi yang dianggap melanggar aturan investasi di Indonesia. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai investasi bodong alias penipuan.
Seperti biasa pro kontra merebak. Yang membela dan yang menelanjangi. Masing-masing dengan argumennya. Yang membabi buta ataupun yang cerdas.
Sebagai orang yang sedikit cerdas dan banyak bodohnya, saya memilih sikap mendukung sikap Ustad Mansur.
Sikap jiwa besar dan mengakui kesalahan dengan usahanya. Lalu mengambil langkah menutup sementara usahanya untuk mengurus kelengkapan usaha yang sesuai aturan.
["Atas saran kawan-kawan ahli keuangan, administrasi, dan manajemen, terkait dengan legalitas usaha, dan juga saran Bapak Menteri BUMN, Bapak Dahlan Iskan, maka sementara pendaftaran keanggotaan dihentikan dulu," tulis Yusuf Mansur dalam halaman pembuka situsnya.
Lanjut Masur, "Karena ini dianggap salah maka saya tutup (patungan usaha), maka itu saya minta maaf." (berita dimuat Tempo.co)]
Ustad Mansur juga menyatakan siap dipanggil oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjelaskan masalahnya.
Saya rasa kemungkinan kecil, Ustad Mansur akan merusak kredibilitasnya sebagai panutan umat dengan melakukan investasi yang justru akan merugikan umat.
Bila ada yang menuduh dan menyamakan usaha investasi Ustad Mansur dengan usaha investasi penipuan saya kira terlalu naif. Toh, ia masih tidak melarikan diri.
Bila dikatakan salah, itu pasti. Apakah kesalahan itu adalah tanggung jawab kita untuk menghukumnya? Apakah ada nilai investasi kita yang telah raib?
Soal kesalahan atau pelanggaran yang terjadi, ada otoritas hukum yang mengaturnya. Bagi yang merasa ada kerugian bisa klaim ke Sang Ustad. Bukan begitu?
Saya kira Ustad Mansur tidak akan melarikan diri dalam hal ini. Karena seperti yang dikatakannya, apa yang dilakukan dengan menghimpun dana adalah untuk tujuan baik.
Minta maaf memang tidak akan meniadakan keasalah hukum yang terjadi. Tetapi dengan minta maaf sudah menunjukkan bahwa Ustad Mansur menyadari kesalahannya.
Apalagi sudah ada itikad untuk menyelesaikan masalah kesalahan yang terjadi sehubungan dengan usaha investasinya.
Memandang satu masalah tidak cukup hanya dengan pikiran positif menurut saya. Tetapi diperlukan keadilan hati dalam melihat secara proposional.
Yang dapat petik dari kejadian usaha investasi Ustad Mansur yang menghebohkan ini adalah bahwa setiap manusia, tidak peduli manusia biasa, ustad, pendeta, atau kiyai tidak lepas dari kesalahan. Yang membedakan hanyalah mau mengakui atau tidak. Mau mengakui saja atau mau  mengakui dan memperbaiki kesalahannya di kemudian hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H