Tetapi kita seringkali hanya berdasarkan semua itu kita menyimpulkan demikian kebenarannya. Lalu kita mengambil keputusan.
Padahal kita tahu, mata, telinga, pikiran, dan perasaan sering menipu kita. Mencuri hati kebenaran sejati kita.
Seorang karyawan yang rajin bekerja sepanjang waktu. Hari itu karena kondisinya kurang sehat, sehingga beristirahat sejenak.
Apes baginya, hari itu boss besar datang dan melihat kejadian tersebut. Diam-diam ia menilai tanpa berkomentar.
"Ehm, saya databg aja kamu malas-malasan ya. Apalagi kalau gak ada saya?"
Di antara ratusan karyawan, hanya nama dan wajahnya yang begitu diingat si boss.
Ketika hendak dipromosikan, boss selalu menolak karena ia percaya dengan kebenaran yang ia saksikan sendiri daripada masukan atasan karyawan tersebut yang menikainya rajin.
Disinikah akal sehat dan kearifan diperlukan untuk mengambil kesimpulan secara benar. Tidak sekadar dengan melihat, mendengar, berpikir. Apalagi hanya berdasarkan perasaan dan emosi.
Terakhir, dalam tulisan ini ada kebenaran yang belum terungkap. Siapakah gerangan kompasianer tersebut? Pasti para sahabat menduga-duga dan berpikir.
Jadi? Lebih baik baik jangan berprasangka dan berpikir tentang hal ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H