Manusia demi untuk mencapai tujuan dan menutup rasa malunya seringkali rela melakukan hal yang lebih memalukan dirinya di kemudian hari. [k4t3dr4]
Baru-baru ini terungkap seorang mahasiswa di Singapura rela "menghadiahi" seorang profesor di tempat ia kuliah dengan tubuhnya.
Hal yang memalukan itu dilakukan karena mahasiswa tersebut takut mendapat nilai tugas yang jelek, sehingga kehilangan kesempatan untuk bekerja di firma hukum terbaik.
Peristiwa yang memalukan dan diyakini pertama kali terjadi di Singapura ini terungkap. Karena si mahasiswa menceritakan kepada temannya. Lalu teman tersebut menceritakan lagi.
Tentu saja kasus ini menghebohkan. Sebab si profesor adalah pengacara kondang sebelum menjadi akademis di National University of Singapore (NUS).
Kalau kita gunakan akal sehat bakal tak habis pikir. Kenapa ada orang yang rela melakukan hal yang memalukan demi untuk menutupi rasa malunya?
Mengapa seorang mahasiswa hukum yang notabene tahu aturan hukum mau melakukan hal yang bukan hanya melanggar hukum?
Mungkin kita juga akan mencibir apa yang dilakukan si profesor yang mau menerima tawaran tubuh mahasiswanya untuk nilai terbaik.
Tetapi sesungguhnya hal-hal yang memalukan itu pun kita sendiri melakukannya. Hanya dalam bentuk lain. Tapi kita tidak menyadarinya.
Mungkin kita tidak menjual tubuh. Bisa saja dalam bentuk lain. Menjual pikiran dan prinsip hidup misalnya.
Dalam hal barter-barteran seperti yang dilakukan antara mahasiswa dan dosennya di Singapura. Kita sendiri pun pernah melakukannya. Coba pikir-pikir.
Lebih parah lagi dalam keseharian. Bahkan kita berani barteran dengan Tuhan.
Misalnya kita berdoa begini: "Ya Tuhan semoga bulan ini gaji hambamu dinaikan. Bila itu terjadi, lima puluh persennya akan hambamu sumbangkan untuk anak yatim-piatu."
Atau "Ya Tuhan Yang Maha Kuasa, atas Kuasa-Mu semoga saya menang tender yang nilainya em-eman. Sebagian keuntungan akan saya gunakan bangun tempat ibadah. Tolonglah ya Tuhan."
Jangankan untuk hal yang lebih menguntungkan. Adakalanya untuk hal yang sepele pun tak sungkan kita melakukan hal yang memalukan.
Menulis di Kompasiana misalnya. Demi mengejar yang "Ter-ter" kita rela menukarnya dengan mengabaikan suara nurani kita.
Demikian adanya kehidupan ini. Sering kita menertawakan dan mencibir kesalahan orang lain. Ternyata hal yang sama kita lakukan. Cuma dalam bentuk yang berbeda. Ya,? Begitulah .....
#
Sumber bacaan: Tempo.co
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H