Pikiran. Begitu bermanfaat bagi kehidupan kita. Tetapi tidak jarang justru mencelakakan dan mendatangkan penderitaan.
#
Saya pernah menulis begini dalam salah satu tulisan: Pagi berdoa, siang berbuat dosa.....
Tanpa saya duga datang sebuah tanggapan yang menulis begini: Anda pasti sedang menyindir orang Islam ya?
Aje gile! Tahan dulu untuk berkomentar. Sekarang coba periksa pikiran Anda, sahabat.
Apa reaksi pikiran Anda ketika membaca kalimat "Pagi berdoa, siang berbuat dosa".
Benarkah terkandung unsur menyindir apalagi menghina umat Islam?
Orang yang berkomentar di atas saya yakin terpersepsi dengan kata-kata "pagi berdoa...". Pikirannya langsung melayang dan disamakan dengan salat subuh.
Kalau demikian adanya. Begitu piciknya pemikiran tersebut. Bukan hanya akan membahayakan diri sendiri. Tapi juga orang lain. Maaf, kalau saya menghakimi.
Dikiranya hanya umat muslim yang pagi-pagi berdoa atau beribadah. Padahal kebenarannya setiap umat beragama memiliki tradisi setiap pagi untuk berdoa.
Karena memang waktu pagi adalah saat yang sangat teduh dan pikiran masih segar untuk menjalin hubungan dengan Tuhan.
Waktu setelah tengah malam sampai menjelang pagi merupakan saat yang terbaik untuk lebih intim dengan Tuhan. Semua tradisi agama mengajarkan demikian.
Lalu. Kenapa hanya dengan secuil kalimat itu langsung dituduh menyindir atau menghina umat Islam?
Ya, karena kepicikan pikiran. Persepsi pemikiran yang salah. Kecurigaan yang berlebihan. Sendiri yang menjadi uring-uringan. Terbakar emosi.
Tetapi demikianlah adanya dunia. Tentu orang-orang yang berpikiran sempit akan selalu ada. Jadi terimalah apa adanya. Tidak ada yang perlu diperdebatkan.
Pencapaian kesadaran setiap orang berbeda-beda. Yang telah sadar atau lebih mengerti semestinya bisa menerima dan memahami.
Bukannya ikut larut dalam perdebatan dengan orang yang masih persepsi pemikirannya yang sempit.
Seringkali yang terjadi. Ketika kita menertawakan kebodohan orang lain. Ternyata diri sendiri tidak lebih pintar daripada orang yang kita tertawakan.
Kadangkala kita berpikir orang lain picik pemikirannya. Tak tahunya diri sendiri tak kalah picik.
Demikianlah kebenarannya. Menulis hal ini agar diri sendiri lebih sering untuk bercermin lagi. Lebih baik daripada sekadar menyalahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H