Pedoman hidup bangsa kita adalah Pancasila. Pada sila pertama berbunyi: Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa. Menandakan bahwa kita adalah bangsa yang ber-Tuhan. Tetapi kenyataannya. Bahkan kita lebih takut pada Pak Polisi daripada Tuhan.
Mau bukti? Kejadian yang saya alami ini hanyalah salah satu bukti.
Pagi-pagi saat berangkat dari rumah ke tempat kerja. Dimana rambu lalulintas sudah berfungsi. Tapi Pak Polisi belum ada di posnya.
Ketika sampai di perempatan. Saya melihat rambu yang menyala berwarna hijau. Ketika saya hendak lewat. Dari arah lain motor-motor seenaknya menyelonong.
Biar tidak salah, saya perhatikan. Ternyata lampu yang menyala masih merah.
Sebenarnya kejadian ini bukan hanya pada subuh saja. Karena pada saat siang hari. Sering juga ada pengendara yang seenaknya menerobos lampu merah. Apabila tidak ada polisi yang bertugas.
Lain halnya kalau ada petugas yang menjaga atau mengatur lalulintas. Ada rasa takut untuk melanggar aturan lalulintas.
Jujur. Sebenarnya hal inipun berlaku pada diri saya. Untuk taat aturan itu. Lebih patuh pada Pak Polisi daripada Tuhan. Bahkan Tuhan lebih sering dianggap tidak ada.
Kalau kita sebagai pengguna jalan lebih takut pada polisi yang bertugas. Berbeda dengan para koruptor.
Para koruptor saat ini lebih takut _tepatnya lebih seganpada_ CCTV daripada Tuhan. Padahal CCTV milik Tuhan ada di mana-mana.
Buktinya saat bertransaksi mereka lebih memilih di Rumah Makan yang bebas dari CCTV daripada di mall yang dikhawatirkan terpasang CCTV.
Begitu juga bagi para lelaki yang suka berselingkuh. Mereka _kok bukan kita?_ maksudnya kita lebih takut ketahuan oleh istri atau kolega.
Itulah sebabnya kita berselingkuh secara diam-diam atau sembunyi agar tidak diketahui.
Padahal kita tahu. Bahwa jelas-jelas kita tidak bisa bersembunyi dari pengawasan Tuhan. Tidak mungkin tidak terpantau oleh malaikat yang setia mendampingi untuk mencatat segala perbuatan kita.
Sebenarnya jujur harus dikatakan atas perilaku kita ini. Kita layak disebut telah melecehkan Tuhan.
Apalagi diembel-embeli oleh pembenaran bahwa Tuhan Maha Pengampun, sehingga kita manfaatkan untuk melakukan kesalahan.
Tidak apa-apa berbuat salah. Toh, nanti juga diampuni sama Tuhan. Kalau sama Pak Polisi mana mungkin diampuni. Maksudnya? Tahu sendirilah!
Mengapa semua ini bisa terjadi? Karena kita lebih memilih hidup dalam sisi kemanusiaan kita dari nilai ketuhanan yang ada di dalam diri kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H