Ada kompasianer yang bunuh diri? Jangan bikin sensasi ah! Masa' sih tragis begitu?
Ya, makanya jangan heboh dulu. Mari kita menuju TKP.
Musik mengalunkan riang. Tapi entah siapa penyanyinya. Pokoknya asyik di telinga.
Di ruang yang berukuran standar kamar kost duduk seorang pria muda antusias mengetik. Rupanya ia sedang menulis.
Di layar laptopnya terbaca nama sebuah situs "Kompasiana. Sharing. Connecting".
Begitulah keseharian pria tersebut. Namanya sebut saja Kutet. Seorang yang hobi menulis. Entah apa statusnya. Tidak jelas.
Sejak berkenalan dan menulis di Kompasiana. Semangatnya menggebu. Luar biasa. Sampai lupa makan lupa tidur. Lupa istri juga. Kalau lupa yang satu ini jelas. Karena memang belum beristri.
Si Kutet getol banget menulis. Seperti minum obat saja. Rutin setiap hari menulis. Tepatnya setiap jam.
Si Katedrarajasenewen, kompasianer yang sok bijak yang getol menulis pun lewat. Bablas angin ne. Si Kutet seperti tidak punya kerjaan. Tidak kehabisan ide. Tulisan apa saja dilalapnya.
Awalnya postingan-postingan Si Kutet laris manis. Acapkali tulisannya bertengger di HL dan dipajang Terekomendasi.
Pujian datang bertubi-tubi membuat Si Kutet senyum-senyum sendiri saban hari. Diam-diam Si Kutet mulai membangga-banggakan diri dan pamer pencapaian sebagai penulis mumpuni.
Si Kutet euforia seakan sudah jadi penulis terkenal saja.
Tapi apa selanjutnya yang terjadi? Lambat laun tulisannya mulai sepi dikunjungi. Tidak ada lagi tulisannya yang dilirik Admin untuk nangkring di HL dan Terekomendasi.
Kalau pun ada tulisan yang heboh dan mengundang banyak pembaca. Admin sudah cuek bebek untuk menangkringkan tulisan Si Kutet di Terekomendasi.
Terang saja Si Kutet uring-uringan. Sudah menulis bagus-bagus kok tidak masuk HL? Tulisan yang ecek-ecek saja banyak yang masuk HL.
Giliran tulisannya sudah diklik lima ratusan tetap saja tidak masuk Terekomendasi. Malahan tulisan yang cuma dibaca ratusan bisa nangkring di Terekomendasi. Ada apa nih?
Si Kutet mulai miring pikirannya. Menuduh Admin pilih kasih. Mentang-mentang dirinya tidak suka kopdar. Tidak kenal Admin. Bukan orang terkenal. Bukan saudaranya boss Kompas Group.
Masih banyak tanya di hati. "Kenapa? Ada apa? Kok gue rajin-rajin nulis kagak diperhatiin? Kok kalau si itu nulis apa aja bisa HL dan Terekomendasi? Nulis reportase kucing ketabrak aja bisa HL?"
Karena kebanyakan pertanyaannya dan Si Kutet bingung mau menjawabnya. Hari-hari belakangan Si Kutet dilanda frustasi berat.
Ngambek ceritanya. Mulai ogah menulis lagi. Waktunya lebih banyak dihabiskan untuk bertanya.
Saking kesalnya. Si Kutet mulai menghapus tulisannya satu per satu. Ceritanya Si Kutet berniat bunuh diri dari dunia tulis-menulis. Kecewa berat sampai ke dasar hati.
Dengan perasaan galau Si Kutet memposting sebuah tulisan yang berisi keinginannya pamit dari Kompasiana. Tidak akan menulis lagi di Kompasiana. Walau dalam hati kecilnya masih berharap ada yang menaruh simpati.
Namun apa yang terjadi? Si Katedrarajasenewen dengan judes menulis komentar,"Silakan saja mundur, Bro... Gak ada lu, gak ngaruh kali. Lu mundur juga Kompasiana tetap eksis kok!"
Komentar yang langsung menusuk ke ulu hati. Si Kutet semakin bulat tekadnya untuk bunuh diri. Selamat tinggal.
Tragis, bukan? Tetapi tidak ada yang perlu ditangisi. Wong cuma cerita bohongan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H