Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

MamaT

4 April 2012   13:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:02 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada baiknya kita tidak demikian mudah menilai seseorang dari penampilan luarnya. Karena akan melahirkan banyak kekecewaan dan ketidaknyamanan.

#
Siapakah MAMAT? Pasti banyak orang yang bernama MAMAT!
Tapi saya yakin hanya ada satu yang terpikirkan oleh kita tatkala menyebutkan nama seseorang itu MAMAT. Keluguan.

Ya, MAMAT itu identik dengan keluguan atau kepolosan. Ketika mendengar ada yang menyebutkan nama seseorang "MAMAT" yang terbayang sosok yang ndeso dan jujur. Wajah tanpa dosa, innocent. Seperti tampang saya ini.

Tampang lugu. Wajah tanpa dosa yang melekat pada MAMAT sebagai orang yang jujur plus baik. Sudah jadi masa lalu.

Apa sebab? Karena pada kekinian banyak di antara kita sering tertipu oleh tampang-tampang lugu semodel MAMAT yang kita kenal.

Ketika kita menghilangkan rasa curiga, justru kita dijadikan korban oleh mereka yang menjual kepolosan wajah.

Ternyata di balik wajah yang lugu, ada kepintaran untuk menipu orang-orang pintar.

Meminjam nama MAMAT ini, sebenarnya saya hanya ingin mengatakan, agar kita tidak menilai seseorang hanya dari penampilannya.

Lalu, itu artinya kita harus selalu menaruh rasa curiga? Gawat dong kalau begitu?

Tentu tidak! Maksud saya, jangan sampai kita menjatuhkan vonis baik dan buruk hanya karena tampang yang dimiliki seseorang.

Kalau tampangnya begini, pasti baik. Bila begitu, pasti jahat. Padahal kebenarannyaSemoga belum tentu demikian.

Contohnya saya yang kerap kena "fitnah" gara-gara tampang saya yang mirip boss. Tak heran sering dipanggil "boss" dan dikira banyak duit. Padahal kere bin tongpes.

Yang lebih parah lagi, ada seorang kenalan yang tampangnya seperti kuli pangkul. Kulitnya hitam asli bukan karena kejemur. Pakaian ala kadarnya.

Kalau ada tamu yang ke pabrik bermaksud bertemu pemiliknya dan berpapasan dengannya. Orang tersebut pasti bertanya,"Mana bosnya ya?"
Padahal bosnya ya dia itu. Apa tidak sakit hati tuh?

Dengan tidak menilai seseorang dari penampilan luarnya. Minimal kita terhindar rasa kasihan yang berlebihan yang berujung sesal dan mungkin sumpah serapah. Karena tertipu.

Selain itu kita juga terhindar dari menyakiti perasaan orang lain akibat penampilannya yang menipu. Bisa juga akibatnya mempermalukan diri sendiri.

Terlalu banyak kekecewaan dan penderitaan yang terjadi dalam hidup ini akibat tampang ini. Siapa yang harus disalahkan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun