Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Awalnya Menyesal, Akhirnya Tidak Menyesal

1 Februari 2012   16:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:11 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Boleh saja kita menyesali kejujuran yang telah kita lakukan ketika hal itu menyakitkan. Namun pada akhirnya, kejujuran itu tidak akan menjadi sia-sia.

#
Sebagai manusia umumnya, tentu kita akan saling berkomunikasi dengan orang lain. Untuk sekadar ngobrol santai, bercanda atau bertukar pikiran.

Kemungkinan besar juga kita memiliki seorang teman untuk membicarakan masalah yang pribadi.

Kebetulan saya punya seorang sahabat tempat bagi saya untuk berdiskusi dan berkeluh-kesah. Tempat untuk meminta pendapat bila menghadapi masalah.
Boleh dibilang senior saya dalam hal spiritual.

Belakangan ini saya sedang menghadapi masalah dalam pekerjaan. Kebetulan sahabat pernah bekerja di tempat yang sama dengan saya.

Masalahnya apakah saya harus bercerita yang sesungguhnya atau tidak usah tentang masalah yang sedang saya hadapi dan keputusan yang harus saya ambil. Karena sangat sensitif dan beresiko tinggi.

Sahabat ini menyarankan tidak usah. Karena kalaupun tidak mengatakan yang sesungguhnya pun tidak ada yang dirugikan.

Lalu ia mengutarakan pendapatnya. Bahwa kebanyakan orang jaman sekarang kalau ingin sukses, harus berani bersikap tidak jujur.

Ketika kita sukses orang akan memandang dan menghargai. Orang-orang tidak akan peduli bagaimana caranya kita meraih sukses.

Kalaupun kita jujur, orang lain belum tentu akan menghargai. Malahan bisa mempersulit dan mencelakakan diri sendiri.

Pesan terakhirnya, boleh kita bersikap jujur. Tapi lihat-lihat keadaan. Toh kita tidak korupsi atau yang kita lakukan bisa membuat boss jatuh miskin.

Waduh, ternyata mau jujur itu susah dan tidak mau jujur juga susah ya?!

Apalagi ketika hal ini saya diskusikan dengan teman dekat lain lagi. Tetap menyarankan untuk tidak perlu terlalu jujur. Daripada beresiko.

Setelah dipikir dan ditimbang matang-matang. Ternyata saya mengikuti saran dari hati. Berbicara apa adanya dengan boss berkenaan dengan keputusan saya.

Apa yang terjadi? Ternyata kejujuran itu memang pahit akibatnya. Benar tidak semua orang mau menghargai yang namanya jujur itu.

Saya bersikap demikian, karena saya menggunakan standar diri sendiri ketika menghadapi orang yang mau bersikap jujur.

Tak heran sahabat saya mengkritik, bahwa standar yang saya gunakan ketika menghadapi orang lain belum tentu berlaku pada orang lain.

Ketika menerima kenyataan ini, jujur saya jadi menyesali telah bersikap jujur saat itu. Padahal kalau pun saya tidak jujur juga tidak terlalu bermasalah. Tidak akan terjadi apa-apa kalau saya bersikap masa' bodoh.

Namun pada akhirnya, saya tidak perlu menyesal. Karena untuk jangka panjangnya kejujuran itu pasti tidak ada ruginya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun