"Gong xi fa cai, selamat Imlek." ucap Acong kepada temannya Abong sambil mengangkat kedua tangannya. Tapi reaksi Abong hanya diam dan senyum-senyum.
Acong merasa heran. Kenapa temannya tidak menyambut ucapannya. Kemudian Abong menjelaskan,"Maaf, mulai tahun ini aku sudah tidak merayakan Imlek. Aku sudah masuk Kristen. Pendetaku melarang untuk merayakan Imlek. Anak Tuhan tidak Boleh merayakan Imlek."
Sekarang ganti Acong yang senyum-senyum,"Loh, saya juga Kristen kok. Tapi boleh tuh merayakan Imlek."
#
Pro dan kontra selalu saja ada di dunia ini. Di mana dan kapan pun pasti akan terjadi. Karena semesta ini memang diisi unsur berlawanan. Ada positif dan negatif. Siang dan malam. Pria dan wanita. Baik dan jahat.
Kalau kita bisa memahami hal ini. Tentu kita tidak akan bingung dan gelisah bila dalam kehidupan ini menemukan pro dan kontra terhadap suatu masalah. Kemudian tidak akan menemukan titik temunya.
Pro dan kontra itu bagaikan surga dan neraka. Langit dan bumi. Lembah dan pegunungan.
Seperti halnya mengenai pro dan kontra umat muslim dalam mengucapkan selamat Natal. Ada yang mengharamkan. Ada pula yang membolehkan. Masing-masing memiliki alasan yang kuat.
Begitu pula dalam merayakan Imlek yang merupakan tahun baru China. Seperti kita ketahui perayaan Imlek adalah perayaan pergantian tahun dalam penanggalan China. Atau perayaan untuk menyambut musim semi.
Yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan keagamaan sama sekali. Lalu mengapa orang China Kristen diharamkan untuk merayakan Imlek?
Hal ini disebabkan oleh persepsi bahwa perayaan Imlek adalah perayaan agama Kong Hu Cu untuk menyembah kepada dewa-dewa dengan menggunakan dupa.
Tentu saja ini dianggap bertentangan dengan iman kekristenan. Karena dianggap berhala.
Inilah yang membuat saya terheran-heran. Padahal perayaan Imlek tak berbeda dengan perayaan tahun baru Masehi yang selalu diperingati setiap tanggal 1 Januari. Dimana tidak menimbulkan pro dan kontra.
Namun saya tidak akan heran bila apa yang saya tulis akan membuat orang yang menentang perayaan Imlek terheran-heran.
Bicara soal heran-heranan, saya tidak menjadi heran kalau keluarga besar mertua yang sebagian besar sudah beragama Kristen tetap merayakan Imlek secara meriah.
Bahkan ada 3 pendeta yang datang untuk ikut merayakan di rumah mertua dan makan bersama. Kakak ipar yang asli Lampung, mertua ponakan yang orang Batak, dan pendeta gereja di mana keluarga mertua kebaktian.
Saya pikir, apa yang para pendeta ini lakukan tentu tidak akan mengganggu kekristenan mereka.
Kadang saya berpikir, bila kehidupan kita berpatokan pada agama yang dipahami secara "sempit" dan "mau menang sendiri".
Pada akhirnya akan menimbulkan perbedaan dan meremehkan dengan segala kebenaran dan pembenaran. Lalu di mana letak kasih dan damai sejahtera yang selalu di dengung-dengungkan itu? Kapan akan kita temukan kebersamaan dan keindahan tanpa pro dan kontra?
Sementara ini, bagi saya keindahan hidup itu akan bisa kita temukan bila tidak terlibat dalam pro dan kontra. Namun dalam kesunyian selalu untuk mendamaikan hati. Itu saja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI