"Haaa, belum pulang?" Bu Enok terperanjat. "Coba telepon ke rumah Agus, Pak. Siapa tahu dia nginap di sana."
Pak Indra mencoba menghubungi Agus. Hasilnya. Menurut Agus, semalam memang Edi ke rumahnya. Tapi jam sebelas sudah pulang.
Begitulah seharian Pak Indra dan anaknya yang tertua, Heri berusaha mencari keberadaan Edi. Tak ada jejak sama sekali. Hari itu terasa begitu berat dilalui oleh keluarga Pak Indra tanpa kepastian.
Bu Enok tak dapat menahan tangis. Teringat seringkali lepas kontrol menyumpahi Edi kalau hendak pergi. "Pergi sana! Biar mati tabrakan sekalian!"
Berbagai usaha dilakukan untuk mencari keberadaan Edi di hari keduanya menghilang. Tapi Edi bagaikan ditelan bumi.
Ada kabar sedikit menggembirakan. Menurut teman dekat Edi, Neli. Tadi pagi Edi ada ke rumahnya. Masih sempat menggenggam tangannya. Tapi memang aneh, Edi tak berkata satu kata pun. Tangannya pun terasa dingin. Setelah itu Edi pergi begitu saja.
Pagi-pagi hari ketiga, begitu Pak Indra terbangun. Ponselnya penuh dengan SMS. Ada 49. Begitu dibuka satu persatu. Ternyata isinya sama semua. Yang aneh adalah tanpa ada nama dan nomor pengirimnya.
Tertulis "Kian Santang". Apa maksudnya? Karena dirasa ada sesuatu yang berbau gaib. Segera Pak Indra ke orang pintar di kampung belakang kompleks.
Namanya orang pintar dan memiliki kelebihan. Ki Jalu namanya dapat segera menerawang keberadaan Edi. "Cari di sepanjang Jalan Kian Santang." begitu Ki Jalu memberi petunjuk.
Lokasi Jalan Kian Santang memang hanya berjarak 3 kilometer dari tempat tinggal Pak Indra.
Segera Pak Indra menyusuri Jalan Kian Santang. Ketika sampai di ujung jalan. Didapati khabar, bahwa tiga hari yang lalu terjadi kecelakaan yang menewaskan seorang lelaki muda. Diketahui mayatnya sudah dibawa ke polsek terdekat.