Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Telunjuk

10 September 2011   05:18 Diperbarui: 29 Juni 2020   16:53 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam perjalanannya yang panjang, seorang pencari kebenaran dan pencari Tuhan singgah di sebuah desa.

Saat itu di lorong jalan yang sepi di pinggir hutan ia bertemu seorang orang tua duduk dalam duduk gubuk sambil tersenyum.

Dengan seksama ia perhatikan orang tua itu. Rambutnya panjang dan berjambang. Pakaian apa adanya. Terlihat tenang luar biasa dan tak kehilangan senyum.

Pencari kebenaran ini semakin yakin, bahwa orang tua itu adalah seorang guru spiritual yang sudah tinggi ilmunya.

Mendekatlah ia dan mengucapkan salam.

"Selamat siang, Guru!"

Orang tua itu masih dalam posisinya sambil mengangguk-angguk.

Ia lalu bertanya tanpa basa-basi lagi,"Menurut Guru apa itu agama?"

Seketika orang tua itu mengangkat tangannya dengan digoyang-goyangkan. Lalu dengan telunjuknya orang tua itu menunjuk ke satu arah.

Pencari kebenaran itu mengangguk-angguk,"Benar Guru, lima agama itu sebenarnya satu tujuannya dan memiliki satu kebenaran."

Lalu, ia bertanya lagi,"Bagaimana dengan Tuhan, Guru?"

Orang yang dianggap guru tersebut mengangkat tangannya kembali dan memerlihatkan telunjuknya sambil menunjuk ke sana-sini.

"Betul, Guru. Tuhan itu hanya satu. Tapi ada di mana-mana. Tuhan yang menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya. Saya juga tahu itu, Guru!" Pencari kebenaran itu menerjemahkan gerakan orang tua tersebut.

"Guru, dalam pencarian, seringkali saya bertemu orang-orang yang pintar ilmu agamanya, sehingga kami sering berdebat. Tak jarang timbul emosi dan saling mencaci. Menurut Guru bagaimana mengenai hal ini?" Pencari kebenaran masih terus bertanya.

Lagi-lagi guru tersebut mengangkat telunjuknya. Kali ini ditempelkan ke bibirnya. Kemudian telunjuknya diacungkan ke satu arah.

Pencari kebenaran diam sejenak dan berkata,"Saya pikir juga begitu, Guru. Diam adalah yang paling baik saat terjadi perdebatan. Daripada emosi demi mempertahankan keyakinan yang benar dengan kesalahan. Lebih baik pergi lagi mencari yang bisa diajak diskusi." 

Begitulah pencari kebenaran memahami makna gerakan tangan orang tua tersebut.

Kemudian pencari kebenaran mohon pamit dan mengucapkan terima kasih sambil berkata,"Guru benar-benar Guru yang mengajarkan tanpa kata-kata. Luar biasa!"

Ketika melanjutkan perjalanannya, pencari kebenaran ini bertemu penduduk desa, ia mencari tahu tentang orang tua yang ditemuinya. Ternyata orang tua itu hanyalah orang gila.

Silakan artikan sendiri kebenaran gerakan-gerakan tangan orang gila tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun