Orang yang dianggap guru tersebut mengangkat tangannya kembali dan memerlihatkan telunjuknya sambil menunjuk ke sana-sini.
"Betul, Guru. Tuhan itu hanya satu. Tapi ada di mana-mana. Tuhan yang menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya. Saya juga tahu itu, Guru!" Pencari kebenaran itu menerjemahkan gerakan orang tua tersebut.
"Guru, dalam pencarian, seringkali saya bertemu orang-orang yang pintar ilmu agamanya, sehingga kami sering berdebat. Tak jarang timbul emosi dan saling mencaci. Menurut Guru bagaimana mengenai hal ini?" Pencari kebenaran masih terus bertanya.
Lagi-lagi guru tersebut mengangkat telunjuknya. Kali ini ditempelkan ke bibirnya. Kemudian telunjuknya diacungkan ke satu arah.
Pencari kebenaran diam sejenak dan berkata,"Saya pikir juga begitu, Guru. Diam adalah yang paling baik saat terjadi perdebatan. Daripada emosi demi mempertahankan keyakinan yang benar dengan kesalahan. Lebih baik pergi lagi mencari yang bisa diajak diskusi."Â
Begitulah pencari kebenaran memahami makna gerakan tangan orang tua tersebut.
Kemudian pencari kebenaran mohon pamit dan mengucapkan terima kasih sambil berkata,"Guru benar-benar Guru yang mengajarkan tanpa kata-kata. Luar biasa!"
Ketika melanjutkan perjalanannya, pencari kebenaran ini bertemu penduduk desa, ia mencari tahu tentang orang tua yang ditemuinya. Ternyata orang tua itu hanyalah orang gila.
Silakan artikan sendiri kebenaran gerakan-gerakan tangan orang gila tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H