Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengerjai Polisi

25 November 2011   03:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:14 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita yang setiap hari berlalu-lalang dengan kendaraan bermotor. Kemungkinan besar pernah berurusan dengan polisi yang mengadakan razia. Baik yang resmi maupun yang sesukanya. Menghadapi hal ini. Tentu lebih baik tidak enaknya daripada enaknya. Betuuuul tidak?

Apalagi kalau surat-suratnya tidak lengkap dan melanggar lalulintas. Kalaupun surat lengkap, ada saja kesalahan yang dicari. Bisa jadi polisinya sedang bokek.

Saya sendiri malas menghitung. Entah sudah berapa kali harus berurusan dengan razia dan kena tilang. Apalagi menjelang lebaran. Dimana razia dalam seminggu bisa sampai empat kali di satu tempat.

Dari sekian kali berurusan dengan polisi di jalan. Ada satu kejadian yang membekas dan sulit dilupakan. Sebab saat itu saya berhasil "mengerjai" Pak Polisi. Ada perasaan senang. Tapi juga ada perasaan bersalah. Kok bisa?

Begini ceritanya saudara-saudara. Tolong catat.

Ketika itu dengan santai saya memacu kendaraan di sekitar kota Tangerang. Entah kenapa kaca spionnya terlepas. Apesnya tidak jauh ada perempatan. Ada polisi yang mengatur lalulintas.

Pak Polisi ini matanya jeli sekali. Melihat ketidaklengkapan kendaraan saya. Spontan diminta berhenti. Seperti biasa diminta untuk memperlihatkan kelengkapan surat-surat.

Sambil memeriksa. Mata jeli Pak Polisi dapat melihat plat nomor yang bukan asli. Tapi bikinan di pinggir jalan. Langsung ditegur karena dianggap menyalahi aturan.

Saat itu sebenarnya saya ingin protes. Kalau memang plat nomor itu melanggar aturan. Kenapa banyak kios-kios di sepanjang jalan aman-aman saja. Tidak ditangkap? Pasti ini ada kenapa-kenapa? Tapi saya simpan di hati. Kalau berdebat. Bisa-bisa semakin dipersulit.

Saya manut diajak ke pos polisi yang ada di perempatan. Lalu Pak Polisi ini menyerahkan STNK dan SIM saya ke rekannya.

Sambil melihat surat-surat Pak Polisi itu bertanya,"Ada apa ini?"

Tiba-tiba entah dapat kekuatan dari mana. Saya lantang menyahut,"Pak, masak sih cuma gara-gara kaca spionnya lepas harus ditilang?"

"Alasan klasik kamu!" tegur Pak Polisi.

"Bukan alasan, Pak. Tadi tiba-tiba terlepas. Saya mau cari bengkel benarin. Tapi belum ketemu. Kalau bapak gak percaya bapak lihat aja sendiri." suara saya masih lantang. Padahal biasanya ketakutan kalau berurusan dengan polisi.

"Yang benar ajalah, Pak. Cuma gara-gara kaca spion lepas harus ditilang?!" saya protes keras.

Akhirnya Pak Polisi itu menyerah dan mengembalikan surat-suratnya. "Ya, udah jalan sana."

Begitu suratnya sudah ditangan saya langsung ngacir. Mengambil motor yang ada di seberang jalan. Ternyata yang Pak Polisi yang menilang saya masih ada di tempat.

"Sudah beres?" tanyanya senyum-senyum.

"Sudah, Pak." sahut saya tanpa ekspresi. Karena yang terpikir, saya ingin cepat-cepat kabur.

Ada perasaan girang, karena saya berhasil mengerjai polisi itu. Soal plat nomor yang dianggap melanggar peraturan tidak diketahui Pak Polisi yang berada di pos.

Namun saya juga merasa bersalah. Mungkin gara-gara ulah saya kedua polisi itu salah paham dalam urusan "pembukuan" hasil tilang hari itu ha ha ha...

Maaf, maaf, maaf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun