"Tapi itu tidak sesuai kebenaran. Kamu boleh menasehati Marni. Kamu adalah pria yang baik. Tidak boleh memanfaatkan kesempatan. Itu urusan rumah tangga orang lain. Itu kehidupan rumah tangga mereka. Biar mereka yang menjalani. Kalau mau bantu. Nasehati keduanya."
"Huiiiii ... Jangan sok deh bawa-bawa kebenaran. Lihat dong ini jaman apa? Ini jaman abad-21. Modern Bro... Kebenaran sudah tidak berlaku lagi."
"Ini adalah masalah moral etika, Sobatku. Kebenaran itu sejak awal jaman dulu sampai jaman sekarang. Kebenaran tetap kebenaran. Lupakan Marni. Jangan rengut dia dari suaminya."
"Jangan ragu-ragu, Bro... Jadikan Marni milikmu!"
"Ah, sudah, sudah. Aku mau tidur dulu. Aku lelah."
"Jangan di sini, Mas. Kita cari tempat yang tenang ya."
Kendaraan yang dikemudikan sendiri Marni ternyata berhenti di sebuah hotel.
"Sssstt, ini kesempatan baik, Bro... Gunakan sebaik-baiknya."
"Tunggu, tunggu, Sobatku. Ini pasti jebakan.
Terkejut aku mendengar dering telepon selulerku. Ternyata dari Marni. Dengan tangis yang tertahan, Marni bermaksud ingin bertemu aku hari ini.
"Mas, ada yang ingin kubicarakan denganmu." itu yang diutarakan Marni saat bertemu dengannya disebuah restauran.