Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Amoy Singkawang Amboy [2]

10 Agustus 2011   13:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:55 6319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kuberikan sejumlah uang, namun ia menolaknya.
"Ng moi ah, ko! Ako tui ngai cin cin ho. Ng chiong phet cak lai cai tui ngai li an kiu. Ngai nyong pan ngin ho liang nya lui?" (Tidak mau, ko. Koko sudah bersikap baik pada saya. Tidak seperti lelaki lain memperlakukan saya selama ini. Bagaimana saya boleh menerima uangmu?)

Sehabis berkata itu, Alan memberikan kecupan padaku. Kupeluk sekali lagi, Alan. Rasanya aku benar-benar tak ingin berpisah dengannya.

Selama ini aku sering menertawakan teman-temanku yang katanya sudah tergila-gila pada seorang wanita saat pertama kali bertemu. Kuanggap itu ceritanya hanya ada di film saja.

Namun kini sepertinya aku yang kualat. Karena mengalami hal ini sendiri. Tidak tanggung-tanggung, wanita itu adalah Alan yang hanyalah seorang wanita malam.
Pasti giliranku yang akan menjadi bahan tertawaan teman-temanku bila kuceritakan nanti.

"Nyong pan ngin? Ciang oh, Khun?" (Bagaimana? Mantap, kan, Khun?) Suara Aliong mengejutkanku yang sedang berimajinasi tentang Alan saat sore itu aku duduk santai di rumah paman, adik mamaku.

"He mai?" Tanyaku pura-pura tidak tahu maksud Aliong.

"Alan, ah! To mai ca ca ngi?" ( Si Alan! Kenapa pura-pura?) Sahut Aliong menatapku sambil mengedipkan matanya.

"Ooooh, Alan? Ciang! Liong, ngai chi to ngai ai ki ah! (Ooooh, Alan? Mantap! Liong, saya sepertinya jatuh cinta padanya!" Tak kuat rasanya aku memendam perasaan ini untuk mengatakannya pada Aliong.

"Hah? Khun, ngi kan ti Alan phon thung! Ngi nyong pan oi to ki? ( Hah? Khun, kamu kan tahu Alan itu pelajar! Bagaimana kamu bisa mau sama dia?) Suara Aliong meninggi.

Aku membela Alan yang dihina kawanku, Aliong dengan menjelaskan, "Liong, Alan he nyit cak pho thung, thet to ki me nyit cak ngin chiong sit ka. Yiu nyit cak sim. Sit ka ng mo khon soi nyit cak ngin!" (Liong, Alan memang seorang pelacur, tapi dia juga seorang manusia seperti kita. Punya hati juga. Kita jangan meremehkan seseorang.)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun