Tetapi pada akhirnya, diketahui juga, Abu Nawas tidak berbeda yang pejabat lainnya yang memiliki gengsi.
Demi untuk penampilan sebagai ketua, ia rela meminjam mobil Mercy temannya untuk ke sana-sini.
Gengsi dong sebagai ketua mobil yang digunakan rakyat biasa apalagi naik taksi.
Pejabat di negeri mimpi memang gengsinya tinggi-tinggi, tapi tidak perlu malu hati bila berhubungan dengan yang namanya kolusi dan korupsi.
Negeri mimpi, dimana kini rakyatnya hanya bisa bermimpi untuk memberantas korupsi yang sudah menjadi penyakit yang mematikan.
Lembaga yang sudah bekerja dan banyak menjebloskan para koruptor saja hendak dibubarkan. Sedangkan lembaga penegak hukum yang jelas-jelas menjadi sarang koruptor dibiarkan. Kalau saudara-saudara yang punya akal sehat pasti akan kebingingan _maaf, akal saya sedang tidak sehat, sehingga bingung menulis kebingungan menjadi kebingingan!.
Kepedulian pejabat di negeri mimpi memang jauh dari impian. Mereka rela naik Mercy sambil melihat rakyatnya tidur kedinginan di atas trotoar pada malam hari.
Bila ada pejabat yang rela jalan kaki, tak lebih sebagai kesempatan untuk sekadar mencari simpati. Berbaik hati kesana-kemari tanpa ketulusan tak lebih untuk pencitraan diri.
Mereka lebih pintar menebar mimpi-mimpi imajinasi yang sulit jadi kenyataan demi untuk mengambil hati rakyatnya.
Bila janji tak terpenuhi maka dengan enteng akan membela diri,"Namanya juga mimpi, bisa jadi kenyataan bisa tidak. Lebih baik kita bermimpi lagi!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H