Tidak perlu malu untuk mengakui kebodohan yang telah dilakukan, minimal berguna dapat menghibur kawan,atau membuat diri sendiri tersenyum...
[caption id="attachment_115931" align="alignleft" width="315" caption="casacerroazul.com"][/caption]
Suatu hari karena ada keperluan saya meluncur ke sebuah perumahan elit di pinggiran Jakarta Utara dengan membaca secarik kertas bertuliskan alamat.
Supaya tidak perlu lama-lama mencari, saya langsung bertanya pada seorang keamanan yang menjaga di perumahan tersebut yang begitu luas.
Petunjuknya adalah di gerbangnya ada patung kuda. Lalu segera saya meluncur dengan keyakinan penuh. Dalam bayangan saya pasti mudah ditemukan.
Tetapi setelah sudah mencapai ujung jalan menuju keluar kompleks perumahan tersebut saya sama sekali tidak melihat adanya patung kuda. Segera timbul pikiran macam-macam.
Akhirnya karena penasaran saya memutar balik karena petunjuknya adalah di sepanjang jalan yang saya lalui barusan.
Di sebuah pintu gerbang di mana terdapat beberapa orang keamanan menjaga, segera saya temui untuk bertanya.
"Maaf, Pak, tahu alamat ini gak? Katanya di depan gerbangnya ada patung kuda. Tapi dari tadi kok gak ketemu ya?!"
Penjaga yang saya tanya kemudian dengan serius menjawab,"Alamat yang Bapak cari udah benar di sini. Itu, patung kudanya!" Sambil menunjuk kearah deretan patung-patung.
"Mana, Pak, patung kudanya?"
"Itu, tuh patung kuda lautnya!" Kata keamanan itu lebih tegas lagi.
Masih dalam keadaan sok pintar saya memprotes,"Itu kan bukan patung kuda tapi kuda laut, Pak!"
"Iya, memang kuda laut! Jelas Bapak keamanan itu dengan sabar.
"Oh, iya ya?!" Saya mengangguk-ngangguk.
Tampang saya langsung kelihatan bodohnya. Jelas saja saya tidak bertemu yang namanya patung kuda, karena dalam bayangan saya saat mendengar patung kuda adalah seekor kuda pacuan yang berdiri sambil berjingkrak dengan gagah. Bukannya seperti kuda laut yang kecil dan membungkuk.
Setelah kejadian itu saya jadi senyum-senyum sendiri sepanjang jalan memikirkan kebodohan yang baru saja saya alami. Gara-gara patung kuda saya jadi begitu bodohnya. Padahal maksudnya patung kuda, bukankah bisa saja termasuk kuda laut, kuda nil ataupun kuda lumping.
Kenapa saya begitu keras kepala memahami kuda itu hanya sebagai kuda pacuan saja. Bodohnya saya! Saya rela ditertawakan atas kejadian ini dan tidak akan mempersalahkan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H