Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Satu Cinta Dua Agama [14]

7 April 2011   23:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:01 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau dibilang sepasang kekasih, rasanya aneh, masalahnya mereka sudah tidak direstui untuk menjadi suami istri karena perbedaan keyakinan. Tetapi bila bukan sepasang kekasih lagi, mereka juga tidak pernah saling memutuskan hubungan

Li mulai tahu diri dan menjaga jarak agar tidak terjebak dalam kemesraan dan keromantisan yang kemudian membuat mereka sulit untuk berpisah.

Dalam perjalanan pulang menuju kosan Tri, di tengah kemacetan ibu kota yang selalu menjadi teman setia. Menjadi waktu yang baik bagi Tri dan Li untuk berbicara banyak hal, sehingga tak terasa waktu cepat berlalu.

“Diak!, aku rasa mulai saat ini lebih baik aku mengganggap dirimu sebagai adikku saja, karena sudah tiada harapan lagi kita melanjutkan hubungan ini sampai kepelaminan."

Tri merengut manja,”Ah, Koko! Sudah tidak suka dan sayang aku lagi ya?!” Bagaimanapun aku kan masih kekasihmu, Ko! Masih menyayangi Koko. Aku ingin selamanya mencintai Koko, abadi dalam hatiku. Meskipun takdir kita bukan untuk dipersatukan."

“Diak, sudah waktunya kita mulai menerima kenyataan diantara kita. Kalau bicara cinta dan sayang, aku juga ingin selalu mencintaimu. Soal sayang, kita masih bisa untuk saling menyayangi sebagai saudara yang baik. Bukankah kita sama-sama anak tunggal? Ah, rasanya kita cocok sekali sebagai kakak adik. Mau, kan???” Li memberikan solusi yang baik atas hubungan mereka.

Mendengar itu, Tri mulai cemberut. "Semudah itukah, Ko?" Tri masih belum bisa memahami.

"Ini adalah yang terbaik, dulu kita mengawali hubungan ini dengan persahabatan. Kita sudah sama-sama dewasa. Alangkah baiknya juga mengakhiri hubungan ini dengan akhir yang baik. Aku akan tetap menjadi orang terdekatmu, sebagai Kakak yang paling mengerti dirimu." Li tersenyum tulus menjelaskan.

Tri terdiam, dia tidak tahu apa ia bisa sesederhana itu memaknai perasaan mereka?. Namun tiba-tiba Tri mengembangkan senyum di wajahnya. Li benar, ia tidak boleh mendramatisir keadaan. Ia harus bisa bijak melihat kenyataan. "Ok deh, Aku mau Ko! Itu kan artinya aku masih boleh bermanja-manja sama Koko. Lagian selama ini juga aku sudah panggil Koko. Yaaaahhh, akhirnya jadi Koko benaran deh!" "Mungkin kita memang berjodoh sebagai saudara ya Ko?" Tambah Tri lega.

Sepanjang perjalanan itu, mereka saling bercanda. Seperti tidak ada lagi beban yang menggantung, semuanya jadi terasa ringan untuk dijalankan. Ternyata benar, jika semua persoalan dihadapi dengan tenang pasti akan ada jalan keluarnya. Mereka bercerita banyak hari itu, berkali-kali Li melihat Tri tertawa lepas. Mimik Tri jadi lucu sekali. Li melihatnya gemes dan merasa senang karena Tri begitu gembira hari ini.

Ini jadi pelajaran berharga untuk mereka, bahwa kebahagiaan itu ada dalam hati. Tak perlu meyalahkan keadaan yang merenggut cinta mereka, karena jika dipaksakan juga untuk menyatukannya belum tentu mereka akan bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun