Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Satu Cinta Dua Agama [12]

4 April 2011   05:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:08 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_99941" align="aligncenter" width="337" caption="Kemesraan Ini Masih Belum Berlalu//GettyImages"][/caption]

Bagaimanapun juga Tri dan Li masih sepasang kekasih, sehingga kemesraan itu masih ada diantara mereka. Perasaan cinta yang sama di lubuk hati mereka tentulah tidak mudah begitu saja menepi dan pupus dalam sekejab.

Bagaimana mungkin ikatan batin yang begitu kental selama ini diantara mereka demikian saja dapat dimusnahkan! Meskipun masa depan cinta mereka sudah tidak searah lagi, karena kedua orangtua Tri sudah dengan sangat tegas menolak pernikahan mereka yang berbeda keyakinan.

“Diak sayang!” Seperti kebiasaan Li yang suka mengusap-usap rambut kekasihnya, kali ini ia melakukan hal yang sama dengan lembutnya. Diciumi dengan sepenuh perasaan dan meresapi aroma tubuh Tri yang begitu khas baginya.

Ruang dimana kini mereka berada yang tak seberapa besar tetapi tertata rapi dengan nuansa yang serba putih itu, menjadi saksi kesehatian dua insan yang masih saling mencintai ini.

“Sejujurnya, aku juga tak rela bila kita harus berpisah saat ini. Tetapi ini adalah kenyataan yang harus diterima dan kita hadapi. Janganlah sampai kita terus larut dalam masalah ini, karena orangtuamu sudah tegas tidak merestui. Kita tidak perlu memaksakan diri lagi, Diak! Kita harus berani menatap masa dengan rasa percaya, bahwa ini adalah jalan yang terbaik bagi kita. Bagaimanapun aku tetap akan menyayangimu!”

Getar-getar cinta semakin cepat memacu ke seluruh nadi dua manusia dewasa itu. Dengan tangan kanannya Tri mengusap wajah Li. Sentuhan lembut itu seperti menegaskan betapa dalam cintanya untuk Li. Tri tak kuasa menahan gejolak untuk memeluknya dengan erat. Sangat erat, seakan ingin menyatu ke dalam tubuh kekasihnya.

Kehangatan segera menjalar diantara tubuh mereka pada dinginnya malam.

Gemericik hujan masih terdengar, irama lagu “Takkan Terganti” dari suara lembut Marcel, terdengar begitu syahdu dan suasana yang begitu sepi dan sunyi malam itu membuat kedua insan ini larut dengan gelora cinta dan isi hatinya. Aroma tubuh mereka menyatu dalam dekapan yang semakin kuat.

Li sebagai lelaki layaknya, pikirannya tiba-tiba berkecamuk dalam nafsu dan Tri ikut terlarut didalamnya. Suasana romantis serasa membuat mereka terlena dan sejenak lupa akan jati diri mereka yang sesungguhnya.

Dan . . .

Namun pada saat itu juga Li disadarkan oleh suara hatinya yang terdalam.

Sebagai lelaki sejati, ia tak rela berbuat yang tidak pantas pada kekasih yang begitu disayanginya itu. Li terlalu sayang pada Tri, sehingga tak mungkin ia tega melakukan sesuatu yang tak layak pada wanita yang ada di hadapannya.

Li bukannya hanya mencintai Tri, tetapi juga menghormatinya sebagai seorang wanita.

“Ma, ma…maaf, Adiak!” Li seakan tidak percaya dengan apa yang hampir mereka lakukan. Begitu juga Tri yang segera menyadari kesalahannya.

“Ko, koko, maaf!”

Tri dan Li segera kembali duduk dalam posisinya. Sesaat mereka saling diam dan mengatur nafas mereka kembali. Ada perasaan malu di hati mereka ketika itu. Tri menundukkan kepalanya, tak sanggup menatap kekasih hatinya. Rintik-rintik hujan yang berjatuhan masih terdengar, saat ini tidak terasa merdu lagi. Namun sepertinya sedang menertawakan kebodohan mereka yang hampir saja terlempar dalam jurang dosa.

“Sayaaaaang,.. !” Li mengangkat dagu kekasihnya dengan lembut. Seutas senyum manis dipersembahkannya untuk kekasihnya. Tanpa banyak bicara Li mengecup lembut kening Tri, cepat sekali dan kemudian Li berdiri dari duduknya.

“Sudah malam, sebaiknya kamu istirahat lagi ya, Diak!. Lihat tuh, matamu sudah sangat lelah sekali. Jadi tidak kelihatan cantiknya lagi.” Sambil memencet hidung Tri yang bangir, Li menggoda gadisnya. Mau tak mau Tri tersenyum juga dengan manjanya. Ehm, manisnya gadis itu!

“Pagi-pagi aku harus masuk kerja, jadi sekarang saatnya pulang. Ada rapat dengan pimpinan. Besok kita bertemu lagi, sebelum Adiak balik ke kampung lagi. Ok..!”Lembut dan pelan sekali Li bicara, seperti tidak ingin membuat kecewa kekasihnya.

Tak seperti biasa, Li selalu bicara dengan sangat cepat, sampai Tri harus berulangkali mendengarnya agar bisa mengerti bahasanya. Sekali lagi senyuman Li malam ini membuat Tri gelisah, rasa takut semakin kuat menyerangnya. Tri menggigit bibirnya menahan haru. Tidak ingin lagi ia menangis.

Malam ini ia merasakan berbeda dengan hari-hari sebelumnya yang pernah ia jalani bersama Li. Malam ini, ucapan perpisahan itu diucapkan kekasihnya seakan untuk selama-lamanya. Tri tak sanggup menahan sedihnya, ia kembali memeluk lelaki itu. Erat dan sangat erat. Li membalas pelukan itu, membiarkan kekasihnya melepaskan kerinduan yang bergelora.Perlahan Tri melepaskan juga pelukannya.

Lalu ia berkata. “ Besok kita akan bertemu lagi bukan ?”

Li mengangguk demi menyenangkan perasaan kekasihnya, senyum Tri mengembang indah, membuat hati Li bergetar. Sebelum akhirnya merekapun berpisah malam itu.

*

Malam begitu terasa panjang bagi Tri. Meski ia sudah berusaha untuk tidak larut memikirkan, namun bayangan perpisahan yang akan segera terjadi bergelayut di kelopak matanya.

Tri berusaha mengusir kegalauan dan isi hatinya dengan merangkai kata-kata.

Kasih,…rasa takutku adakah kau mengerti?

Lambaian tanganmu, memberi isyarat untukku ini telah berakhir

Aku takut kau pergi, Aku takut kau hilang,

Dan aku takut sendiri tanpamu

Detak Jarum jam menghujam sampai ke jantung

Putarannya bak tarian malam yang mengayun sendu

Aku terpaku dalam keterasingan tanpamu

Kasih,..Apakah benar?

lembaran-lembaran hari yang penuh terisi oleh cintamu harus ku tutup?

Apakah jemari-jemari lentik ini harus berhenti menulis tentangmu?

Apakah benar, kesendirian ini akan menjadi milikku selamanya?

Tanpa senyummu yang menguatkan. Tanpa cintamu yang memberi nafas pada hidupku?

Kasih,…!

Jangan pergi, jangan bawa cintaku

Aku tak biasa tanpamu, tanpa kasih sayang darimu

Nyanyian hujan tak mampu lagi kudengar

Berganti tangis yang berderai di wajahku

Sayangku, tak bisakah kau membawa serta diriku

Tak melepaskan aku dalam dekapan hangatmu

Tak membiarkanku kedinginan dalam sunyi dan kelam ini

Mengertikah kau, aku tak sanggup melangkah tanpamu

Tahukah engkau, bagaimana rasanya di sni?

Berada dalam ruang kosong, sepi dan hampa

Namun

Ya Tuhan, kuatkan jiwaku

Pada akhirnya aku harus sadar

Ada pertemuan pasti ada perpisahan

Biarlah kisah ini menjadi kenangan keindahan

Akan kisah cinta dua anak manusia yang saling mengasihi

Semoga akan ada hari esok yang lebih bahasa

Untukku dan untuknya, Li

*

Li dalam perjalanan pulangnyapun masih menyimpan rindu yang mendalam. Tak rela rasanya ia meninggalkan Tri dalam kesendirian.

Takkan Terganti: Marcel

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun