Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Satu Cinta Dua Agama [12]

4 April 2011   05:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:08 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Namun pada saat itu juga Li disadarkan oleh suara hatinya yang terdalam.

Sebagai lelaki sejati, ia tak rela berbuat yang tidak pantas pada kekasih yang begitu disayanginya itu. Li terlalu sayang pada Tri, sehingga tak mungkin ia tega melakukan sesuatu yang tak layak pada wanita yang ada di hadapannya.

Li bukannya hanya mencintai Tri, tetapi juga menghormatinya sebagai seorang wanita.

“Ma, ma…maaf, Adiak!” Li seakan tidak percaya dengan apa yang hampir mereka lakukan. Begitu juga Tri yang segera menyadari kesalahannya.

“Ko, koko, maaf!”

Tri dan Li segera kembali duduk dalam posisinya. Sesaat mereka saling diam dan mengatur nafas mereka kembali. Ada perasaan malu di hati mereka ketika itu. Tri menundukkan kepalanya, tak sanggup menatap kekasih hatinya. Rintik-rintik hujan yang berjatuhan masih terdengar, saat ini tidak terasa merdu lagi. Namun sepertinya sedang menertawakan kebodohan mereka yang hampir saja terlempar dalam jurang dosa.

“Sayaaaaang,.. !” Li mengangkat dagu kekasihnya dengan lembut. Seutas senyum manis dipersembahkannya untuk kekasihnya. Tanpa banyak bicara Li mengecup lembut kening Tri, cepat sekali dan kemudian Li berdiri dari duduknya.

“Sudah malam, sebaiknya kamu istirahat lagi ya, Diak!. Lihat tuh, matamu sudah sangat lelah sekali. Jadi tidak kelihatan cantiknya lagi.” Sambil memencet hidung Tri yang bangir, Li menggoda gadisnya. Mau tak mau Tri tersenyum juga dengan manjanya. Ehm, manisnya gadis itu!

“Pagi-pagi aku harus masuk kerja, jadi sekarang saatnya pulang. Ada rapat dengan pimpinan. Besok kita bertemu lagi, sebelum Adiak balik ke kampung lagi. Ok..!”Lembut dan pelan sekali Li bicara, seperti tidak ingin membuat kecewa kekasihnya.

Tak seperti biasa, Li selalu bicara dengan sangat cepat, sampai Tri harus berulangkali mendengarnya agar bisa mengerti bahasanya. Sekali lagi senyuman Li malam ini membuat Tri gelisah, rasa takut semakin kuat menyerangnya. Tri menggigit bibirnya menahan haru. Tidak ingin lagi ia menangis.

Malam ini ia merasakan berbeda dengan hari-hari sebelumnya yang pernah ia jalani bersama Li. Malam ini, ucapan perpisahan itu diucapkan kekasihnya seakan untuk selama-lamanya. Tri tak sanggup menahan sedihnya, ia kembali memeluk lelaki itu. Erat dan sangat erat. Li membalas pelukan itu, membiarkan kekasihnya melepaskan kerinduan yang bergelora.Perlahan Tri melepaskan juga pelukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun