Belajarlah untuk hening, dan engkau akan mengetahui dirimu telah terlalu banyak bicara.
Jadilah bajik, dan engkau akan menyadari, bahwa dirimu telah terlalu keras menghakimi orang lain.
[Pepatah Tiongkok Kuno]
*
Begitu terkesan dan mendalami saat membaca dua bait kearifan kuno dari negeri Cina ini, karena begitu pas dengan keadaan yang terjadi pada kita umumnya dan khususnya diri saya sendiri.
BELAJAR HENING
Bait pertama berbicara tentang belajar keheningan. Sadar tidak sadar manusia sulit untuk mengheningkan dirinya karena nafsu yang bergelora.
Pada jaman sekarang yang serba ramai dan hiruk pihaknya dunia, berapa banyak diantara kita yang bisa menikmati keheningan?!
Bukannya kita belajar untuk bisa mengheningkan diri, justru kita semakin terjebak dalam hiruk pikuk dunia yang penuh gosip ini.
Tanpa sadar kita menjadi bagian dari pelaku gosip dengan terlalu banyak bicara. Bahkan adakalanya tak sabar untuk menjadi yang terdepan menyebarkan gosip.
Berbicara sesuatu hal _membicarakan kejelekan orang lain misalnya_ yang sia-sia tidak mendatangkan manfaat.
Tetapi justru merugikan bukan hanya diri sendiri tetapi juga orang lain.
Dalam hiruk pikuknya dunia yang dipenuhi terlalu banyaknya orang-orang yang berbicara hal-hal yang tidak perlu, ada baiknya sejenak kita belajar menjadi hening.
Belajar hening tidaklah perlu sampai melarikan diri ke tengah hutan dalam penyunyian secara khusus. Tetapi kita dapat memilih setiap waktu sebagai waktu terbaik untuk menjadi hening.
JADILAH BAJIK
Setiap manusia pada dasarnya memiliki kebajikan. Tetapi dengan seiring berjalannya waktu, kebajikan itu mulai tertutup oleh kekotoran batin, sehingga tidak lagi menjadi karakternya.
Walaupun masih ada namun jarang bisa digunakan dalam kehidupan keseharian.
Orang bajik memang sudah sulit ditemukan lagi.
Seiring menipisnya kebajikan di dalam diri kita, maka sifat bijak kita sulit dimunculkan.
Tak heran, kemudian kita menjadi pribadi yang begitu suka menghakimi orang lain.
Kita lebih sibuk mengurusi orang lain dan menjadi hakim yang sangat hebat bagi orang lain.
Sampai-sampai lupa dengan keadaan diri sendiri yang sesungguhnya tak beda dengan orang yang sedang dihakimi.
Malahan terkadang lebih buruk lagi, tetapi kita tidak menyadari dan terus berusaha menjadi hakim dalam kebanggaan.
Bila saja, kita sejenak sadar dan mau menjadi bajik, pasti kita akan menjadi malu sendiri karena sesungguhnya yang lebih layak untuk dihakimi adalah diri kita sendiri.
Menghakimi orang lain, tak ada gunanya sama sekali. Selain menyakiti perasaan orang lain, dapat pula menyakiti nurani sendiri.
Jadi, sangatlah bijak bila dikatakan, "Jadilah bajik, maka engkau akan menjadi bijak, sehingga tak lagi berselera menghakimi orang lain!"
Sepertinya kalimat diatas sangat cocok bagi saya yang sok bijak dan masih jadi bajingan ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI