"Aku dan janin yang aku kandung memiliki hak yang sama untuk hidup. Bagaimana perasaan papa dan mama, kalau aku harus dibunuh dengan racun seperti janin ini?! Aku tidak ingin menjadi lebih berdosa lagi bila harus menjadi pembunuh dengan menggugurkan janin tak berdosa ini!" [Lala Desy Restini] [caption id="attachment_91918" align="alignleft" width="478" caption="Lala, optimis memandang masa depan//GettyImages"][/caption]
* Kebebasan pergaulan remaja pada jaman sekarang sudah begitu mewabah sampai ke pelosok desa. Kebebasan yang menyebabkan kebablasan untuk melakukan hal-hal yang tidak seharusnya antara dua insan yang berlainan jenis.
Di sudut-sudut taman, di mall, dan disisi gelap malam akan muda menemukan pasangan yang sedang mabuk asmara berpelukan tanpa sungkan-sungkan.
Gadis seusia Lala yang baru menginjak umur ke-20 adalah masanya untuk bersenang-senang. Lala yang cukup cantik dan bertubuh semampai itu memang begitu simpel dan banyak teman.
Walaupun Lala termasuk anak gaul, namun untuk urusan ibadah masih termasuk lumayan juga! Kedua orangtuanya juga termasuk cukup berada. Namun karena kesibukan kedua orangtuanya, sehingga Lala jarang bisa bercengkrama.
Dengan penampilannya yang termasuk gaya, Lala pasti dengan mudah mendapatkan pasangan. Banyak pria yang mengharapkan cintanya. Aldi, seorang teman kuliahnya yang keren berhasil mendapatkan cinta Lala.
Layaknya muda-mudi yang berpacaran, Lala dan Aldi, begitu mesranya melewati saat-saat kebersamaan. Walaupun sudah berusaha saling menjaga diri, suatu waktu di rumah Lala yang sepi, akhirnya terjadi sebuah hubungan yang terlarang.
Ada penyesalan memang di hati mereka, namun Lala percaya Aldi akan bertanggung jawab atas peristiwa ini.
Seiring waktu yang terus berlalu, Lala merasakan ada perubahan pada dirinya. Ada tanda-tanda kehamilan. Untuk menyakinkan diri, Lala memeriksa ke dokter kandungan.
Ternyata, janin yang dikandang sudah berusia tiga bulan. Awalnya bingung dan entah harus berbuat apa. Ada rasa takut. Buru-buru ia mengabarkan hal ini ke Aldi. Sekian lama mereka saling diam. Dengan sedikit kebimbangan Aldi berkata,"La, kita gugurkan saja! Aku atau kita belum siap!"
Lala tak percaya Aldi akan lepas tanggung jawab. "Apa? Kita? Siap atau tidak siap, aku akan menjaga janin ini tetap hidup. Karena ia memang berhak hidup, Al!"
"Dengarkan dulu, La! Menurutku memang terpaksa kita harus melakukannya dan terbaik untuk kita!" Dengan suara memelas Aldi beralasan.
"Terbaik? Ya, terbaik untuk kita. Tetapi malang buat janin yang tidak bersalah?! Al, aku tidak tega, demi kesalahan kita, janin yang tidak bersalah harus menjadi korban.
Tidak! Aku akan tetap memeliharanya dan apapun resikonya. Aku tidak ingin menutupi dosa yang telah kita lakukan dengan dosa yang lebih berat lagi!" Suara Lala meninggi lantas meninggalkan Aldi yang terpaku diam. Tanpa reaksi memandangi kepergian Lala.
Sejuta kalut dan kebimbangan bergelayut dibenaknya. Antara takut dan rasa bersalah bercampur rasa malu bila hal ini diketahui teman dan keluarganya.
Mau dikemanakan mukanya, karena orangtua Aldi dikenal sebagai tokoh agama.
Lala, berusaha tegar menerima keadaan ini, tanpa mengalirk seluruh airmatanya. Hanya sesenggukan. Ia bertekad dan siap dengan resiko apapun untuk memberikan kenyataan ini pada kedua orangtuanya.
Tak jauh dari dugaan Lala, kedua orangtuanya marah besar dan juga menyarankan Lala segera menggugurkan kandungannya. Selagi masih kecil janinnya.
Lala tak bergeming dengan niatnya untuk memelihara janin yang dikandangnya.
"Pa, ma, janin ini berhak untuk hidup dan aku tidak ingin menjadi pembunuh yang kemudian akan membebani sepanjang kehidupanku! Aku dan janin yang aku kandung memiliki hak yang sama untuk hidup. Bagaimana perasaan papa dan mama, kalau aku harus dibunuh dengan racun seperti janin ini?! Lala yakin papa dan mama tidak akan tega, bukan?"
Tekad Lala yang begitu kuat dan tulus tanpa memikirkan dirinya meluluhkan juga hati kedua orangtuanya.
Lebih dari itu, akhirnya Aldi bisa menyadari kesalahannya dan membulatkan hati untuk menemani Lala menjaga darah daging mereka sendiri.
Lala merasa lega dan tersenyum mewakili senyum sang janin yang akan terus melanjutkan kehidupannya sampai waktunya hadir ke dunia.
kisah-kisah sebelumnya: 24, 23, 22, 21, 20
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H