Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Catatan Kelam Negeri Para Suci [1]

21 Januari 2011   13:03 Diperbarui: 17 Juli 2020   23:19 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

NEGERI YANG INDAH INI TELAH TERCORENG OLEH PERBUATAN PENGHUNINYA YANG LUPA DIRI HIDUP DALAM KESERAKAHAN DAN LUPA ATURAN.

 

Indonesia, sungguh nama sebuah negara yang indah. Dikenal juga sebagai negeri khatulistiwa. Dengan sejarahnya yang panjang nan menawan. 

Banyak raja arif bijaksana yang pernah berkuasa. Negeri kaya dengan segala potensi yang ada. Budayanya luar biasa unik dan beragam.

Dikenal juga dengan sembilan walinya yang kesohor sebagai penyebar agama terbaik di bumi. Banyak pula para tokoh perjuangan yang penuh idealisme. 

Para leluhur yang memiliki budi pekerti tinggi. Ramah tamah dan memiliki banyak kearifan lokal yang membumi.

Semua agama terbaik yang diakui dunia berkumpul di negeri ini. Sesungguhnya Tuhan telah memberkati negeri ini dengan segala yang terbaik untuk dinikmati. Tetapi apa yang terjadi atas negeri ini?

Negeri yang indah yang pernah dihuni para suci, ramah tamah, gema ripah loh jinawi, telah mengubah diri. Menjadi negeri dengan berbagai julukan miring. 

Negeri yang lucu, negeri para bedebah, negeri dagelan, dan negeri para mafia atau negeri para calo. Tak ketinggalan negara sarang teroris dan terdepan urutannya dalam hal korupsi.

Miris dan menyakitkan bukan? Semua julukan ini lahir karena kelakuan para pemimpin dan penghuninya yang sudah tidak mengikuti aturan dan tata krama. 

Aturan negara dan agama dengan mudah dan bahkan sengaja dilanggar. Hidup membelakangi nurani.

Semua keluhuran budi dan ajaran para nabi, kebanyakan jadi teori. Santapan dan siraman rohani menguap begitu saja membumbung tinggi.

Begitu banyak catatan kelam yang bisa membuat kita tertawa dan geleng-geleng kepala. Antara percaya dan heran. Bertanya mengapa dan mengapa semua ini bisa terjadi di negeri tercinta.

Korupsi dipastikan menduduki urutan pertama, karena ada di mana-mana dan hampir semua pejabat berlomba-lomba melakukannya. 

Dari tingkatan paling rendah sampai jajaran mentri. Padahal semua agama dengan tegas mengajarkan, bahwa mengambil sesuatu yang bukan miliknya adalah perbuatan mencuri dan itu dosa!

Tetapi hampir semua penduduk di negeri ini yang memiliki kesempatan korupsi rela menutup telinga dan menutup hatinya. 

Mumpung ada kesempatan, kapan bisa lagi, anggap saja ini rejeki. Mungkin kira-kira otak kita dibisiki.

Tak heran, perbuatan korupsi seakan sudah menjadi budaya yang mungkin sebentar lagi dipatenkan menjadi milik bangsa ini. 

Dilakukan secara berjamaah dan penuh suka cita. Yang tidak mau melakukannya malahan dijadikan musuh bersama dan disingkirkan.

Korupsi telah merajalela, menjalar menjadi penyakit kronis yang sangat sulit untuk disembuhkan. Menjelma bagaikan penyakit kanker stadium 4. Kemungkinan perlu diamputasi dan dilakukan operasi yang bisa merengut nyawa.

Lucunya adalah semua pakar hukum tahu perbuatan korupsi itu sangat merugikan dan merusak tatanan kehidupan. Tetapi hukuman untuk para koruptor sangat ringan, dan kemudian dengan hasil korupsinya para koruptor dengan enteng merogoh koceknya untuk mendapatkan keringanan lagi. 

Karena para pakar hukum juga akan dengan suka rela membela, dengan nilai rupiah atau dolar dalam jumlah yang bisa untuk beli mobil mewah. 

Dengan alasan remisi ini remisi itu. Karena ini karena itu. Tak lama setelah menjalani hukuman sudah bisa berlenggak-lenggok pulang. 

Lantas mengadakan syukuran, seakan Tuhan merestui perbuatan korupsinya.

Sekarang justru para koruptor bak selebritis. Disidangpun masih bisa senyum sana-sini. Berteriak lantang dizolimi atau sebagai korban. Tak ada penyesalan sedikitpun.

Tak sadarkah para koruptor yang hidup bergelimang harta dan kemewahan itu, bahwa apa yang mereka peroleh adalah dengan menyebabkan kemiskinan dan penderitaan sebagian besar rakyat?

Apakah tega menari-nari bersuka cita di atas jerit tangis kemiskinan di negeri ini?

Mungkin saat ini kita tidak perlu bersedih lagi, karena tak akan mengubah apa-apa. Lebih baik tersenyum dan menghibur diri, dan bersyukur tidak menjadi bagian para bedebah!

*

BERSAMBUNG


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun