Tapi Aling sepenuh jiwanya berada disana untuk melayani. Tak heran suatu ketika bertemu Aling, aku jadi pangling. Wajahnya jadi mirip orang India. Aku sempat meledeknya. "Ling, kamu sekarang lebih mirip orang India?!"
Aling hanya tersipu-sipu dan menyahut penuh tanya,"Ah, masa sih?"
Sungguh luar biasa semangat kemanusiaan Aling untuk melayani. Segala halangan, kemiskinan, omong-omong tetangga yang menyakitkan, cibiran, dan keinginan pribadi, tidak melunturkan semangatnya. Aling ingin menjalani hidupnya tanpa pamrih. Segala puja-puji hanya dibalas kalimat,"Berkat karunia Tuhan" sambil menunduk.
Bagi Aling hidup mengumpulkan pahala dan melakukan kebaikan demi orang lain lebih berarti. Itulah kebenaran yang diwujudkan dalam kenyataan. Daripada sibuk mengumpulkan harta dan hidup egois hanya demi memenuhi kebutuhan sendiri.
Apa yang bisa dilakukan Aling, bagiku hanya sebuah keinginan dan panggilan yang belum bisa diwujudkan karena masih belum bisa melepaskan. Aku salut untukmu, Aling, karena kemelekatan itu telah bisa engkau lepaskan.
Engkau telah mengorbankan sesuatu hal yang kecil demi untuk meraih hal yang besar. Sementara bagiku itu baru angan-angan, engkau sudah mewujudkannya. Aku hanya berharap suatu waktu, tetapi engkau sudah lebur dalam lakumu.
Aling, semoga selalu sehat dan nuranimu semakin cemerlang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H