Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ajaran Tanpa Kata-kata [50k - Aku dan Sang Guru]

13 Januari 2011   12:59 Diperbarui: 1 Maret 2021   20:37 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12949264941104910890

Ajaran tanpa kata-kata, seringkali lebih bermakna daripada sejuta kata!

Sekian lama belajar bersama Sang Guru, sungguh membuat aku harus banyak meneladani sikap dan perilaku hidupnya. Membuat setiap orang di dekatnya mau belajar dari nilai-nilai kehidupan yang dijalaninya.

Sosok Sang Guru adalah kebenaran dan kebaikan itu sendiri. Karena kebenaran dan kebaikan itu telah tercermin dari lakunya yang berbudi luhur. Ibarat berdiri, Sang Guru telah bisa berdiri tegak, sehingga layak untuk menegakkan orang lain. 

Ibarat pandangannya telah lurus, sehingga pantas untuk meluruskan orang lain. Hatinya telah bersih, sehingga kebersihan hatinya bisa menyejukkan setiap yang berjumpa dengannya. Belum sempurna memang, namun selalu ada ketulusan di dalamnya.

Suaranya lemah-lembut namun mengandung energi yang luar untuk membangkitkan. Gerak-gerik begitu halus dan teratur. Wajah welas asih tercermin dari senyuman yang alami berasal dari hati. Begitu alami setiap apa yang dilakukannya.

Darinya begitu banyak aku belajar kebaikan dan kebenaran dalam setiap perilaku sehari-hari yang seringkali aku abaikan. Berbicara dan bertingkah laku yang santun dan penuh hormat kepada orang lain. 

Cara duduk yang penuh kewibawaan dan tenang. Dalam bersikap sungguh berkharisma. Langkah-langkah kaki yang ringan dan tidak sembarangan. Bak pahlawan kehidupan.

Sang Guru hanya berpesan, "Jadilah teladan dalam tingkah lakumu. Karena itu adalah pengajaran yang melebihi kata-kata kebaikan dan kebaikan itu sendiri!" 

Ketika di meja makan pun Sang Guru tetap mengajarkan kebenaran. Sikap makannya menunjukkan Sang Guru begitu khusuk menyantap makanannya. Penuh kesadaran dan selalu dihabiskan tanpa tersisa. 

Setiap hari menyantap nasi selalu dalam porsi yang sama dari waktu ke waktu. Apapun yang dihidangkan lauk-pauknya tak akan pernah mengubah seleranya. Sang Guru, hanya menyantap sayur-sayuran demi tidak ingin menyakiti makhluk lain.

Setiap aktivitas adalah ritual meditasi baginya. Setiap apa yang dilakukan dalam kendali kesadaran. Hawa positif selalu dialirkan dari ketulusan hatinya. Aku begitu mengagumi Sang Guru, yang tanpa kata-kata pun telah mengajarkan banyak hal kepadaku. Bahwa kebenaran tak harus dikatakan melalui kata-kata.

Aku menjadi malu bila harus bercermin padanya. Sebab aku hanya bisa tahu akan kebenaran dan kebaikan, tetapi masih belum sepenuhnya diwujudkan dalam perilaku  keseharian seperti Sang Guru. Sang Guru mengatakan kebenaran dan kebaikan karena telah mampu melakukan dalam kehidupan nyata. Sedangkan aku baru sanggup mengatakan dan belum tentu bisa melakukannya.

Sang Guru berkata, "Waspadalah dalam berperilaku, baik kata-kata maupun perbuatan, layaknya berjalan di pinggir jurang yang licin. Kewaspadaan membuatmu tidak mudah tergelincir dan kemudian terjatuh!"

Kemarin dan hari ini, aku berusaha meneladani Sang Guru. Aku duduk dalam sunyi menerawangi kebenaran dan kebaikan yang ada pada sosok Sang Guru.  Bagai aliran udara segar mengalir deras memenuhi perutku dalam tarikan nafas energi alam semesta. 

Walaupun belum sempurna, tetapi ketulusan hati Sang Guru, telah begitu banyak menggugah hati anak manusia, dari kejahatan menjadi kebaikan.

Sungguh Sang Guru, menjadi teladan bagiku, yang rela mengabdikan seluruh hidupnya demik pelayanan kepada umat manusia yang membutuhkan. Rela untuk tidak berkeluarga dan meninggalkan materi duniawi yang menggoda. 

Rela meninggalkan kebesaran egonya. Baginya seluruh umat manusia adalah keluarganya dan dimana bumi berpijak adalah rumahnya. Tentu tidak setiap orang sanggup melakukannya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun