Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Wanita, Pedang, dan Arak

22 Agustus 2010   10:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:48 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam perjalanan hidup, yang namanya cobaan atau ujian pasti akan kita temui. Oleh kelengahan, kita seringkali terjebak didalamnya. Ketika kita bisa lolos dari ujian yang berat dan besar, namun justru kita tergelincir dalam ujian yang kita anggap kecil. Tetapi kemudian justru melahirkan kesalahan yang lebih besar lagi.

* * *
Tersebutlah seorang biksu muda yang sedang melatih diri di sebuah biara di kaki gunung. Dengan tekun dan disiplin berlatih setiap
hari. Dalam setiap pencapaian kebajikan, pasti akan mendatangkan pencobaan untuk menjerumuskan.

Pada suatu hari, datanglah iblis yang menjelma dalam bentuk seorang gadis cantik dengan penampilan aduhai. Menemui sang biksu yang sedang sendirian mencari kayu bakar di hutan.

"Biksu, anda pasti kesepian selama ini hidup di biara yang tanpa belaian seorang wanita. Aku kasihan pada dirimu!" Demikian rayu wanita jelmaan ini.

Sang biksu, tak begitu menanggapi dan hanya berkata,"Hal itu tak masalah bagi kami, nona!"

Wanita ini melanjutkan rayuannya sambil merapatkan diri ke sang biksu,"Aku bersedia menemanimu. Kebetulan di hutan ini tidak ada orang. Kita bisa bebas melakukan apa saja yang anda suka!"

"Maaf, nona! Sebagai biksu kami tidak boleh berdekatan dengan wanita, apalagi melakukan penzinahan. Maaf, aku harus segera pulang!" Begitu sikap dari sang biksu.

Dilain waktu wanita jelmaan ini menemui sang biksu lagi dan memberikan sebilah pedang sambil berkata,"Biksu, saya kasihan pada anda yang selalu diganggu seorang pemuda di jalanan ketika anda keluar mencari makan. Supaya anda tidak diganggu, maka gunakanlah pedang ini untuk membunuhnya. Anggap saya ini sebagai cara untuk membela diri!"

Tetapi secara halus biksu menolak.
"Sebagai biksu, kamu harus menolak bentuk pembunuhan dalam bentuk apapun. Kalaupun saya sering diganggu, semua itu saya terima sebagai karma!"

Beberapa waktu kemudian saat sang biksu sedang keluar mengumpulkan makanan dan sedang beristirahat dibawah pohon yang rindang, muncul lagi wanita tersebut untuk menggodanya sambil membawa seguci arak.
"Biksu, anda pasti lelah setelah seharian berjalan. Ini saya bawakan ramuan arak yang sangat menyehatkan dan dapat menguatkan tubuh. Minumlah!"

"Tapi, kami sebagai biksu harus menghindari untuk meminum arak!"Sang biksu berusaha menolak.

"Biksu, ini hanyalah arak yang membuat tubuh sehat dan tidak memabukkan." Sahut si wanita dan mendesak.

Akhirnya, merasa tidak enak hati dan kemudian berpikir tidak berbahaya karena hanya minuman kesehatan, sang biksu mencoba meminum arak pemberian si wanita.
Tanda sadar, dalam sekejap sang biksu tak sadarkan diri dan menjadi setengah mabuk.

Dalam keadaan demikian, kemudian sang biksu memperkosa seorang wanita. Karena setelah sadar dan merasa ketakutan wanita yang telah diperkosanya dibunuh juga.

Inilah hanyalah sebuah ilustrasi saja. Bahwa ketika dalam hidup kita bisa menghindari untuk melakukan kesalahan-kesalahan besar, justru kita terjerumus dalam kesalahan yang kita anggap tidak apa-apa namun menyebabkan terjadinya kesalahan yang lebih besar.

Bisa saja kita tidak melakukan perkosaan dan pembunuhan secara fisik dalam hidup ini. Karena kita anggap sebagai dosa besar.
Namun seringkali kita tidak sadar telah melakukan perkosaan dan pembunuhan dengan pikiran dan perkataan.

Melalui pikiran kita telah memperkosa dengan apa yang kita lihat. Pikiran yang penuh kekotoran akan dapat meracuni pemikiran kita. Mungkin kita merasa tidak apa-apa tetapi ini juga termasuk kejahatan pikiran.

Begitu juga dengan kata-kata kita yang terucap atau tertuliskan yang tajam bagaikan pedang tanpa kita sadari telah membunuh seseorang atau bahkan beberapa orang sekaligus.

Tanpa kita sadari, disisi lain kita begitu mengecam orang yang memperkosa dan melakukan pembunuhan sebagai pendosa. Namun disisi lain kita tak segan memperkosa dengan khayalan dan pikiran. Membunuh dengan kata-kata dan tulisan dengan tanpa perasaan.

Semoga kita tidak menjadi insan yang demikian.
Semoga kita selalu dinaungi kesadaran untuk terjebak dalam kesalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun