Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mencari

24 Maret 2014   00:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:35 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Suatu hari Nasruddin Hoja kebingungan mencari-cari sesuatu di halaman rumahnya yang berpasir. Melihat hal itu tetangganya bertanya,"Apa yang sedang engkau cari?"

"Aku sedang mencari jarumku yang hilang!" jawab Nasruddin dalam bingungnya masih fokus mencari.

Tetangganya penasaran dan bertanya lagi,"Memang jarumnya hilang di mana?"

"Hilangnya sih di dalam rumah. Tapi karena di dalam rumah gelap, makanya aku mencarinya di luar yang terang!" jawaban Nasruddin yang tentu saja membuat tetangganya sewot. Mungkin dalam hatinya berseru,"Dasar orang tak waras!"

Kalau memakai logika, cerita Nasruddin mencari jarum di halaman rumahnya yang berpasir sementara jarumnya hilang di dalam rumah akan dianggap ngawur dan sekadar humor. Bagaimana tidak ngawur bin lucu? Alasan Nasruddin mencari jarumnya di luar karena di luar lebih terang, sedangkan di dalam rumahnya gelap.

Namun dengan kebajikan dan kebijakan hati, sebenarnya kita akan memahami ada pengajaran yang mendalam dari cerita Nasruddin mencari jarum ini dan sangat cocok dengan masalah kehidupan dan kekinian. Mungkin kita menertawakan, tetapi masalahnya justru seringkali kita alami sendiri.

Kita mencari penyelesaian suatu masalah bukan dengan melihat ke dalam diri, lebih sering mencari kesalahannya pada orang lain. Mencari penyelesaian masalah ke luar bukan ke dalam. Mencari kebahagiaan lebih tertarik ke luar dunia yang terang-benderang bukan menggalinya dari ke dalaman hati. Mencari kekayaan lebih kepada kekayaan di luar diri daripada mencari kekayaan hati. Dibawa pada kekinian, kisah Nasruddin ini juga dapat dihubungkan dengan mencari sensasi demi sebuah kepentingan.

Mencari Kesalahan di Luar Diri

Kita acap kali, terutama saya sendiri tidak kapok-kapoknya selalu saja lebih sibuk mencari-cari kesalahan orang lain. Merasa diri sendiri yang paling benar ketika terjadi suatu masalah. Yang terjadi kemudian adalah saling menyalahkan dan melontarkan pembenaran. Masing-masing pihak pasti tidak mau disalahkan. Itu umumnya yang terjadi.

Sejatinya ketika terjadi suatu masalah, masing-masing pihak mau mencari sumber kesalahan itu pada dirinya sendiri, maka tidak akan ada yang namanya masalah baru lagi. Saling tuding dan saling menantang.

"Loh, kalau saya yang tidak salah, artinya dia yang salah dong!" itu masalahnya. Padahal, kalau saya tidak salah, belum tentu orang lain yang salah pula. Tetapi masalah salah atau tidak salah menurut siapa? Biasanya ego kita sendiri yang menentukan.

Itu sebabnya ada kata bijak yang mengatakan: Mereka yang selalu mau melihat ke dalam dirinya, maka akan selalu merasa sebagai orang yang paling bersalah. Namun mereka yang lebih memilih melihat ke luar, maka orang lain yang selalu dianggap bersalah.

Mencari Penyelesaian Suatu Masalah di Luar

Bukan rahasia lagi saya pikir, bila ada  yang bermasalah dalam keluarga, lalu mencari penyelesaiannya di luar. Suami, istri dan anak semuanya kompak. Yang bermasalah dengan pasangannya, lalu mencari penyelesaiannya dengan mencari pasangan lain. Apakah akan menyelesaikan masalah di dalam keluarga?

Anak yang bermasalah dengan orangtuanya di dalam rumah, pergi mencari penyelesaiannya di luar rumah. Pergi nongkrong-nongkrong atau coba-coba memakai obat terlarang. Pergi kebut-kebutan. Apakah masalahnya selesai?

Tentu kita sudah tahu jawabannya, kemungkinan besarnya yang terjadi adalah akan memperparah masalah yang ada  dan menciptakan masalah baru.

Berapa banyak yang akan mencari penyelesaian masalah di dalam keluarganya dengan tidak mencari penyelesaian di luar. tentu saja ada dan itu merupakan pilihan yang terbaik. Tetapi hari ini, berapa banyak pula masalah dalam keluarga bisa di umbar ke luar sampai ke mana-mana?

Mencari Kebahagiaan di Luar

Hidup sejatinya adalah pencarian atau berjalan pulang ke dalam diri. Rumah sejati dan abadi tempat di mana kebahagiaan akan ditemukan. Tetapi bagi saya yang masih hidup dalam kebodohan batin, apa yang ada di dalam itu terasa gelap. Dunia luar yang terang-benderang pastinya lebih menarik untuk dicari.

Mencari dan mendapatkan  istri yang cantik rasanya akan membahagiakan. Jalan-jalan ke tempat wisata yang indah sampai ke ujung dunia, mencari pujian, menikmati makanan enak dianggap sebagai cara untuk mendapat kebahagiaan.

Benarkah akan benar-benar membahagiakan?

Sejatinya kebahagiaan itu adalah ketika kita mau mencarinya ke dalam diri. Ke dalam samudra hati yang maha luas. Ketika kita menemukan di dalam hati yang selalu bersyukur dan berterima kasih tanpa syarat atas apa pun yang kita alami. Semuanya sudah tersedia di dalam, tinggal kita mencarinya.

Mencari Kekayaan di Luar

Hal yang paling menarik sepanjang jaman bagi umat manusia adalah mencari kekayaan akan harta benda sampai rela melakukan apa saja. Bahkan rela bekerja sama dengan setan dan melakukan hal yang merugikan sesamanya. Kekayaan yang tidak habis sampai tujuh turunan pun belum akan memuaskan.

Demi semua kekayaan harta benda, tidak sedikit pula yang membiarkan hatinya dalam kemiskinan. Miskin kasih, miskin empati, miskin kepedulian, miskin kejujuran, miskin spiritualitas dan miskin rasa hormat. Lupa untuk memupuk kekayaan hati berupa kasih sayang, peduli, memiliki rasa hormat pada siapa pun, setia dalam kebaikan dan kejujuran.

Padahal kita sadar, kekayaan di luar tak berarti apa-apa setelah nafas sudah tak ada lagi di badan. Hanya harta kekayaan yang ada di dalam yang berarti setelah kematian. Mengapa memperkaya batin tidak lebih menarik daripada memperkaya harta benda? Kita memang semakin pintar, namun kita tak menyadari bahwa kita semakin tersesat. Itulah cerdiknya dunia memperdaya kita.

Mencari Sensasi

Kisah Nasruddin kalau mau juga bisa dihubungkan dengan hal  mencari sensasi. Pada masa kini di antara kita ada yang melakukan hal-hal lucu dan aneh demi mencari sensasi. Bahkan melakukan hal yang bodoh sama sekali. Tidak peduli ada yang akan merasa tertipu. Apalagi pada kemajuan teknologi saat ini, orang bisa melakukan apa saja atau berita bohong demi untuk mencari simpati.

Contoh yang umum adalah ada artis yang ribut dan diberitakan media secara luas. Ada pihak yang berseteru saling serang, ternyata di belakang layar malah tertawa-tawa. Padahal cuma pura-pura demi untuk mencari sensasi atau kepopuleran. Contoh kecilnya ada yang membuat judul tulisan yang heboh untuk menarik perhatian, tapi antara judul dan isi tak ada hubungan. Kok kayak saya ya?

Tanpa kita sadari sekarang ini banyak kejadian aneh dan lucu di sekitar kita yang cuma mencari sensasi dan yang menyedihkan telah memperdaya kita. Tak jarang juga membingungkan kita untuk menentukan mana yang benar dan  mana yang bohong.

Sibuk mencari sensasi demi kepentingan pribadi, sehingga lupa mencari sejati diri. Perubahan hidup yang semakin membuat kita lupa akan hakekat kehidupan ini. Semoga kita tidak mengalami.

Afirmasi:

Tuhan, ijinkan dan semoga pencarian hidup kami selalu mengarah ke dalam untuk menemukan kesadaran. Mencari-cari sumber kesalahan pada diri sendiri dan mencari kekayaan sejati di samudra hati yang paling dalam sampai kami dapat melihat wajah kami yang sesungguhnya.

@refleksihatimenerangidiri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun