Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendidik

1 Mei 2014   17:04 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:58 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Karena si dede dan teman-temannya dianggap susah diatur dalam kelas kerohanian yang diikutinya setiap Jumat, sehingga guru pembimbingnya mengeluarkan ultimatum: Kalau masih nakal dan tidak bisa diatur, maka anak-anak akan di keluarkan dari kelas! Guru pembimbingnya mengatakan memiliki hak untuk mengeluarkan.

Akibatnya, sebelum di keluarkan dari kelas anak-anak pada mogok untuk mengikuti kelas lagi. Ketua guru pembimbingnya yang bingung. Kenapa si dede dan teman-temannya yang biasa rajin tidak datang-datang lagi? Akhirnya diketahuilah penyebabnya. Giliran guru pembimbingnya yang ditegur dan gantian mau mogok membimbing lagi. Loh?

Sebagai orangtua atau guru memang memiliki kesulitan untuk mendidik anak-anak pada saat ini. Tidak sedikit yang frustasi dan kemudian melakukan tindakan yang tidak bertanggung jawab dengan memarahi atau mengancam. Mungkin ada yang menjadi takut. Tapi tidak sedikit pula yang justru semakin menantang dengan bertambah nakal.

Ancaman

Apakah dengan ancaman-ancaman dalam mendidik anak-anak akan menghasilkan anak-anak menjadi lebih penurut? Kenyataannya tidak selalu demikian. Malahan anak-anak bisa menjadi tambah nakal. Tetapi modus ancaman inilah yang suka digunakan orangtua atau guru untuk mengatasi kenakalan anak-anak yag sulit ditangani.

Ancaman memang bisa membuat anak takut pada awalnya. Tetapi bila sering terjadi, maka ketakutan pada akhirnya akan menjadi kekuatan untuk melawan. Tak heran kemudian anak-anak tumbuh menjadi pemberontak atau anak yang melawan.

Memarahi dan Mengancam adalah Tindakan yang Tak Bertanggung Jawab

Kasus guru pembimbing yang mengancam akan mengeluarkan anak-anak yang sulit diatur di dalam kelas adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab dan mengarah ke rasa frustasi. Kejadian ini sontak juga mengingatkan pada diri sendiri sebagai orangtua dalam mendidik anak selama ini.

Ya, melampiaskan amarah dan mengancam anak ketika berlaku nakal memang kerap menjadi pilihan. Ini jelas menunjukkan bahwa diri sendiri belum bisa atau belum tahu cara mendidik anak dengan baik selain dengan cara marah dan ancam.

Dikatakan bahwa anak-anak adalah titipan Tuhan. Ini menandakan betapa mulia dan berharganya seorang anak. Ini juga memberi petunjuk kepada kita sebagai orangtua atau guru, agar bisa mendidik mereka dengan baik sebagai wujud tanggung jawab. Mau berusaha mengerti dengan sikap nakal mereka, lalu mencari solusi yang terbaik untuk mengatasinya.

Ajaran Spiritualitas dan Moralitas yang Semakin Ditinggalkan

Tak dipungkiri kemajuan jaman membuat bergesernya cara kita mendidik anak yang lebih mengutamakan kepintaran. Sebagai orangtua atau guru lebih memperhatikan nilai-nilai pelajaran yang mereka dapatkan. Masalah nilai itu didapat dengan cara yang tidak beretika tak menjadi masalah. Malah didiamkan saja.

Nilai-nilai yang besar lebih menjadi patokan kenaikan atau kelulusan dibandingkan dengan perilaku. Orangtua akan lebih bersedih kalau menemukan anaknya mendapat nilai rendah daripada anaknya berkata-kata kasar. Malah ada yang bisa bangga anaknya berani memarahi pembantunya.

Jaman semakin maju dan begitu cepatnya terjadi perubahan. Perubahan yang terbesar adalah semakin rendahnya tanggung jawab orangtua atau guru untuk mendidik anak-anak. Sebab orientasinya adalah kepada kepintaran.

Padahal kepintaran bisa semakin menjauhkan anak-anak dari nilai spiritualitas dan moralitas. Misalnya tidak perlu merasa sopan sama orang lain atau merasa berhak menghina temannya bodoh karena sudah merasa pintar.

Pada Akhirnya adalah Keteladanan yang Utama

Pada jaman sekarang kenyataannya memang semakin sulit mendidik anak-anak karena pengaruh lingkungan dan juga media elektronik yang begitu mudah ditemukan, sehingga anak-anak bisa lebih banyak belajar dari lingkungan dan media yang ada. Sementara orangtua sendiri sibuk dan guru kurang fokus, lebih kepada mengajar daripada mendidik.

Anak-anak yang membutuhkan keteladanan pada akhirnya tidak menemukan pada sosok orangtua atau gurunya sendiri. Tak heran anak-anak mencari tokoh idolanya pada tokoh kartun yang nilai-nilai kebajikannya hanya pada menumpas kejahatan. Sementara ajaran luhur tentang etika dan budi pekerti masih dipertanyakan.

Apakah kita sebagai orangtua atau guru yang sudah layak diteladani oleh anak-anak? Apakah kita pernah menanyakan hal ini kepada diri sendiri?

Jadi ketika kita menemukan anak-anak semakin nakal dan susah diatur, daripada marah-marah dan mengancam yang secara tidak langsung mempertunjukkan rasa frustasi kita, mungkin lebih berguna dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi diri sendiri dan mengambil tanggung jawab kenakalan anak sebagai kesalahan kita sendiri.

Afirmasi:

Tuhan, ampunilah atas kelalaian kami selama ini dalam mendidik anak-anak, sehingga bukan bertambah semakin baik dan terdidik malah tumbuh menjadi anak-anak yang sulit diatur. Ampunilah kesalahan kami dan mohon bukalah hati kami untuk lebih hati-hati dan bisa mendidik mereka dengan keteladanan kami.

katedrarajawen@refleksihatimenerangidiri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun