"Janganlah mendapatkan segala keduniawian namun kehilangan hati, kebijaksanaan lebih baik dari pada emas dan perak." Bob Marley
Tak dipungkiri ada sebagian orang _dan mungkin salah satunya termasuk kita_Â memandang kesuksesan yang akan mendatangkan kebahagiaan adalah apabila bisa memiliki apa saja yang kita inginkan dalam hal materi. Uang melimpah, rumah mewah, mobil kelas satu, pakaian bermerek import dan tas dari butik terkenal.
Orang - orang yang bisa sukses secara duniawi belum tentu bisa dikatakan sukses secara rohani. Kalau pintar jelas. Pintar mencari uang dengan segala akal yang bisa digunakan.
Dalam hidup kita bisa menemukan realita, tak jarang demi meraih kesuksesan keduniawian orang - orang rela melakukan apa saja. Main curang, mengakali aturan atau melanggar hukum. Menyogok atau memasukkan barang secara ilegal misalnya. Bahkan menggunakan ilmu hitam dengan bantuan jasa perdukunan.
Demi untuk mendapatkan banyak keuntungan untuk memenuhi segala keinginan hidup, ada yang menjual barang - barang meracuni orang lain. Narkoba yang dapat membinasakan hidup. Apa pedulinya? Yang penting bisa mendapat uang banyak, sehingga bisa hidup enak.
Betapa demi untuk mendapatkan kekayaan dan kenikmatan duniawi, manusia harus kehilangan hatinya. Tidak peduli lagi walau harus ada yang dikorbankan. Lupa tanggung jawab yang akan diterima kelak. Cuek akan nurani yang menjerit.
Untuk meraih kekuasaan duniawi yang hanya sementara, ada yang mati - matian mengeluarkan uang banyak dan akal licik. Membawa - bawa nama rakyat dan Tuhan. Padahal cuma tipuan. Suara hati dikunci rapat - rapat.
Ada juga yang demi untuk meraih popularitas atau kemasyuran duniawi tak segan mengorbankan harga diri dengan menjual dirinya. Tak ada urusan dengan hati.
Dalam kehidupan nyata saat ini, kita bisa kehilangan hati bukan semata demi untuk memiliki segala keduniawian. Tetapi sekadar untuk mempertahankan hidup pun kita sampai rela kehilangan hati. Mengabaikan suara hati demi sesuap nasi dengan dalih terpaksa.
Salah satunya menjual makanan dengan menggunakan bahan kimia untuk mendapat sedikit keuntungan lebih. Ada lagi dengan dalih membantu memberi pinjaman tapi dengan bunga yang mencekik leher. Sudah hidup susah semakin susah.
Ah, ternyata dalam dunia menulis pun ada yang sampai harus kehilangan hatinya dengan menyebarkan tulisan menjelekkan dan memfitnah orang lain tanpa perlu merasa bersalah. Yang menyedihkan adalah menyebarkan fitnah tanpa tahu masalah yang sebenarnya. Sebab cuma ikut - ikutan. Bisa juga menulis demi suatu ambisi tanpa pakai hati lagi sampai ada yang tersakiti. Jadi berpikir!
Heran, ke mana si bijaksana itu? Apakah sedang merana merenungi nasibnya yang malang diabaikan sang tuan yang sibuk mengumpulkan emas dan perak yang tak mungkin akan dibawa mati, ementara ia yang merupakan teman abadi malah dilupakan?
Kalau hati saja sudah kehilangan. Bagaimana mau bisa bijaksana lagi? Ke mana hati?
katedrarajawen@refleksihatimenerangidiri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H