Kalau kelakuanku mati - matian membela calonku harus dengan caci - maki itu sekadar membela diri. Adalah hal yang wajar juga kalau aku harus membenci calon yang tidak kusukai. Wajar juga kalau aku sampai harus menyumpahi mereka yang menjelekkan tokoh yang menjadi pilihan hati.
Pokoknya kalau musim pemilihan presiden ini jagoanku yang paling nomor satu atau dua. Tuhan, istri, anak, apalagi teman boleh nomor sekian. Demi memberikan dukung yang penuh kepada jagoan aku rela mengabaikan perintah Tuhan dan kehendak-Nya. Apalagi kalau cuma kata - kata istri dan teman.
Pada Akhirnya, Gila
Aku selalu merasa diriku baik - baik saja dan hebat dengan apa yang telah aku lakukan dalam mendukung calon idola. Tidak peduli kata orang kalau aku ini sudah gila. Aku bangga walau aku harus membenci dan menghina.
Pada akhirnya aku masih bisa berkata, justru mereka yang bilang saya gila itu sesungguhnya yang gila dan tidak tahu apa - apa. Tidak mungkin aku yang baik dan ganteng ini disamakan dengan orang gila yang berkeliaran.
Refleksi :
Ketika dalam kefanatikan dalam hal apa pun dan kehilangan akal sehat, maka semua yang kita lakukan adalah yang paling benar. Walau di dasar hati ada suara kebenaran bahwa tidak ada manusia yang sempurna.
Kefanatikan pun akan membutakan hati kita untuk melihat kebaikan dari mereka yang tidak kita sukai, sehingga yang akan tampak adalah apa pun yang mereka lakukan pasti salah. Padahal kita tahu kebenarannya seburuk - buruknya orang pasti ada nilai kebaikannya.
Ketika kita kehilangan kesadaran dan energi negatif kita yang lebih dominan, maka secara otomatis akan menarik energi - energi negatif yang ada di sekitar untuk menguasai kita. Pada akhirnya energi negatif itulah yang mengendalikan kita. Seringkali kita melakukan hal yang bertentangan dengan nurani tanpa sadar.
Setelah itu, maka ego kita yang merajalela menjadi penguasa. Pada akhirnya dengan lantang kita berani mengumumkan kepada dunia kitalah yang paling benar dan yang lain salah. Sebab bagi sang ego tidak ada kamus untuk mengakui kesalahan.
Mana kala ego menjadi raja, kita tidak ragu dan berkoar - koar tentang kebenaran, padahal apa yang kita omongkan jauh dari kelakuan. Misalnya ada pejabat mengatakan, tegakan hukum. Tak tahunya jadi koruptor.